Rapal JKN
Samarinda, helloborneo.com – Defisit keuangan di APBD 2016 Kaltim diyakini karena salah perencanaan oleh pemprov. Tidak hanya itu, defisit juga menunjukkan kalau pemprov doyan belanja ketimbang mencari pemasukkan bagi daerah. Bahkan dengan nada mengejek, Direktur Kelompok Kerja (Pokja) 30, Carolus Tuah menyebut Pemprov hobi belanja.
“Persoalannya pemprov ini hobi belanja atau menghabiskan uang untuk keperluan yang tidak penting. Sebagai contoh adanya surat edaran Sekprov untuk SKPD agar mengurangi belanja daerah 35 persen untuk kebutuhan yang dianggap tidak penting,” ketusnya kemarin. Indikator tersebut lanjutnya semakin menegaskan jika pemprov gemar menghamburkan uang.
Hanya saja pemprov sempat berkelit kalau defisit dikarenakan Dana Bagi Hasil (DBH) migas dari pusat juga bekurang. Alasan ini ujar Tuah tidak sepenuhnya tepat. Jika ini yang menjadi alasan utama, seyogyanya Kaltim selalu alami defisit tiap tahunnya. “Sebenarnya tiap tahun Kaltim ini defisit jadi ini bukan pertama kalinya terjadi, jadi aneh kalau pemprov sampai panik begitu,” sambung dia.
Yang dia sayangkan ditengah berkurangnya kebutuhan belanja daerah, anggaran untuk keperluan dewan justru tidak berimbas. “Kalau defisit begini, DPRD enggak mungkin kan mau dikurangi belanjanya. Ini ibaratnya lempar batu sembunyi tangan,” sindir Tuah.
Argumentasi itu ia sampaikan lantaran peran DPRD yang hanya bisa menganggarkan anggaran bersama SKPD, namun biaya untuk keperluan dewan tidak ada yang berkurang.
Tuah juga menambahkan sejumlah pos anggaran yang berat untuk dihilangkan adalah Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). Seperti diketahui 2014 lalu Sekretaris Daerah juga mendapat tunjangan insentif dari penghasilan pajak, namun tugas di luar jam kerja justru berkurang. Adapun total tambahan penghasilan pada SKPD pengelola pendapatan daerah dan Sekretaris daerah masing-masing sebesar Rp 4,9 miliar dan dan Rp 420 juta.
Itu pun ditambah Tambahan Penghasilan atas insentif pemungutan pajak Daerah pada SKPD pengelola pendapatan daerah dan Sekretaris Daerah sebesar Rp 104,9 miliar. Artinya miliaran rupiah harus dikeluarkan untuk menganggarkan TPP, meski pun setiap tahunnya selalu jadi temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Berani enggak pemprov menghapus TPP itu, atau paling tidak mengurangi jumlannya saja. Saya yakin tidak berani,” singgung dia.
“Kalau berani TPP itu dihapus. Tapi rasanya tidak mungkin karena itu kebijakan politis kepala daerah kepada kepala SKPD agar tetap mendapat simpati dari bawahannya,” pungkas dia.
Diketahui, APBD Kaltim pada 2016 mengalami perkiraan defisit sebesar Rp 1,8 triliun. Alasannya karena pemprov tidak mendapat transfer dana perimbangan sebesar Rp 1,1 triliun dari pusat. Kemudian pemprov masih menyisakan Sisa Lebih Penggunanaan Anggaran (SILPA) 2015 sebesar Rp 136 miliar, melenceng dari target semula yakni Rp 800 miliar.
Minimnya pemasukkan tersebut nyatanya tidak diiringi dengan pengeluaran yang efisien. Besar pasak dari pada tiang. Pengeluaran pemprov jauh lebih besar ketimbang pemasukkan. Sebagai contoh tahun ini saja pemprov harus membayar sejumlah biaya yang tahun lalu tidak terbayar sebesar Rp 104 miliar. (rol)