Suherman
Penajam, helloborneo.com – Ekspansi industri yang dilakukan secara besar-besaran oleh perusahaan mengancam kelestarian ekosistem Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, yang memiliki banyak potensi dan keanekaragaman hayati, kata Ketua Forum Peduli Teluk Balikpapan (FPTB). Husaen.
“Kerusakan lingkungan di kawasan Teluk Balikpapan sudah nampak, dari data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Balikpapan, saat ini ada 21 perusahaan baru yang memiliki izin prinsip untuk melakukan kegaiatan di kawasan Teluk Balikpapan itu,” kata Husein, di Penajam, Minggu.
“Sebelumnya, telah tercatat ada 25 perusahaan yang menjalankan kegiatannya di wilayah Teluk Balikpapan sejak 2011, ini dapat menimbulkan bencana,” ujarnya
Perusahan yang melakukan penimbunan dikawasan hutan “mangrove” atau bakau dan membuka lahan pesisir di antara Sungai Barenga dan Sungai Tempadung lanjut Husein, di antaranya PT Pelindo, PT Semen Indonesia, PT Asia Adhitama Shiyard.
“Bayangkan perusahaan-perusahaan itu belum memiliki izin lingkungan, tetapi sudah melakukan aktivitas reklamasi pantai,” ujarnya.
Pabrik CPO (crude palm oil) atau pengolahan kelapa sawit milik PT Wina (Wilmar Indonesia) di sekitar muara Sungai Barenga Kanan menurut Husein, mengakibatkan kematian bakau yang tumbuh di Sungai Berenga Kanan.
“Pabrik pengolahan kepala sawit milik PT DKI yang berada di sekitar muara Sungai Tempadung, selain merusak ‘mangrove” juga merusak terumbu karang,” jelasnya.
Selain itu pembangunan jalan penghubung Pulau Balang melalui hulu Sungai tengah dan hulu Sungai Barenga yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Timur, kata Husein, menutup hulu anak sungai dan terjadi penebangan bakau.
“Sungai Tempadung, Sungai Tengah dan Sungai Puda telah ditetapkan sebagai kawasan perlindungan. Tetapi, wilayah tersebut justru dibuka dan dilakukan penimbunan mangrove,” katanya.
Ekosistem Teluk Balikpapan rusak lanjut Husein, akibat dari pembangunan infrastruktur dan pembukaan lahan, pemerintah harus bertanggung jawab karena tidak selektif memberikan izin dan lemah dalam melakukan pengawasan, kerena Teluk Balikpapan merupakan tempat keanekaragaman hayati.
Teluk Balikpapan menurutnya, memiliki luas DAS (daerah aliran sungai) sekitar 211.456 hektare dan perairan seluas 16.000 hektare. Sebanyak 54 sub-DAS menginduk di wilayah teluk tersebut, termasuk salah satunya DAS Sei Wain yang sudah menjadi hutan lindung .
“Di dalam luasan daerah aliran sungai itu terdapat 31 pulau kecil yang menghiasasi wajah Teluk Balikpapan,” ungkap Husein.
“Menurut nelayan setempat hingga 2007 Teluk Balikpapan masih dihiasi hutan bakau, tapi kondisi itu berubah setelah marak munculnya perusahaan yang berorientasi industri yang berimbas pada penurunan penghasilan nelayan karena ikan mulai sulit didapat,” jelanya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti Bekantan asal Republik Ceko, Stanislav Lhota, tambah Husein, keberadaan Bekantan di kawasan Teluk Balikpapan mencapai 1.400 ekor yang mewakili primata berbulu kuning di seluruh dunia.
“Di kawasan Teluk Balikpapan juga terdapat sekitar 10 jenis primata dan empat jenis mamalia laut, termasuk pesut (Irrawaddy dolphin),” katanya. (bp/*esa)
Ngomongin soal teluk itu, sepertinya sudah tidak dapat diselamatkan lagi kecuali kalian punya uang bermilyar milyar. Perlawanan? Apakah cukup dengan undang2 yg sering digembar gemborkan husein? Enggak! Dimana2 duit atau pemodal yang menang. Toh sudah berdiri pancang jembatan dan blue print pemerintah kota Balikpapan mengarah ke sana untuk Industri. Plaza Balikpapan yang notabene mereklamasi pantai jadi parkiran kalian diem aja (tutup matakah?). Cari dukungan dari luar negeri sih saran saya, stan tidak cukup pintar untuk mencari galangan dana dan dukungan dari konservasi luar negeri. Pemerintah itu asal kalian punya dana dan bisa mengelola dengan benar, masi bisa kompromi. Bukan dengan cara edukasi naik vespa keliling, mungkin berhasil, tapi lambat, sempat banyak pemukiman di sekitar KIK. Ubah sudut pandang kalian seperti pemilik modal biar tau kelemahan para pemodal seperti wilmar dll. Sudahlah, cara2 konvensional itu kita buang aja, sudah usang. Salam lestarikan uang 😀