Hetifah Apresiasi Presiden Jokowi Hapus 3.143 Perda Bermasalah

Gusti

 

Hetifah mempertanyakan beberapa kebijakan terkait anggaran pada rapat Banggar dengan Pemerintah. (Ist)

Hetifah mempertanyakan beberapa kebijakan terkait anggaran pada rapat Banggar dengan Pemerintah. (Ist)

Jakarta, helloborneo.com – Presiden Jokowi resmi mengumumkan Kementerian Dalam Negeri menghapus 3.143 Peraturan Daerah (Perda). Perda yang dihapus adalah Perda yang menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi. Perda yang bertentangan dengan peraturan pusat juga dihapuskan. Diperkirakan masih 6.000 Perda lagi yang bermasalah.

Menanggapi penghapusan Perda tersebut, Hetifah Sjaifudian, Anggota Komisi II DPR menyampaikan apresiasi kepada pemerintah atas langkah tegas tersebut.

“Walaupun terlambat, penghapusan Perda yang menghambat sudah sepatutnya dilakukan, karena akan berpengaruh ke berbagai aspek seperti bisa mempercepat proses pembangunan di daerah,” kata Hetifah.

Hetifah juga menegaskan bahwa keberadaan Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya, baik UU atau bahkan UUD 1945. Penghapusan Perda yang dinilai bermasalah ini harus menjadi koreksi baik Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.

“Pemerintah Pusat harus melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas daerah dalam pembuatan Perda. Jangan sudah ribuan Perda bermasalah baru kemudian dihapuskan. Dari awal harus ada acuan yang jelas bagaimana proses penyusunan Perda yang baik,” sambung Hetifah.

Menurut Hetifah, penyusunan Perda harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Proses penyusunan harus melibatkan publik agar Perda mendapat masukan dari berbagai perspektif dan memberikan manfaat sosial yang besar dengan biaya minimum.

“Proses penyusunan Perda harus partisipatif, konsultasi harus dilakukan dengan sistematis dan melibatkan pula kelompok atau mereka yang berpotensi dirugikan akibat Perda tersebut. Suara kelompok ‘marjinal’ dan perempuan yang biasanya tidak didengar, harus diperhatikan. Agar Perda tidak untuk kepentingan tertentu yang dekat dengan kekuasaan,” tegas politisi Golkar tersebut.

Anggota Komisi II DPR tersebut juga meminta Pemerintah (dalam hal ini Kemendagri) mendorong agar Regulatory Impact Assessment (RIA) dilakukan sebelum pengaturan dibuat.

“Regulatory Impact Assessment (RIA) bertujuan untuk mengidentifikasi dampak positif dan negatif atau keuntungan serta kerugian dari terbitnya suatu Perda, termasuk konsekuensi pendanaannya. Jika ada dampak negatif, bisa diantisipasi jalan keluarnya. Jika banyak pengaruh negatifnya untuk kepentingan masyarakat baik secara sosial, ekonomi maupun politik, maka janganlah suatu Perda diterbitkan,” tutup Hetifah. (adv/rol)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.