Penindakan Jaring Cantrang di Penajam Terkendala Kewenangan

AH Ari B

 

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Penajam Paser Utara, Ahmad Usman (Subur Priono - Humas Setkab Penajam Paser Utara)

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Penajam Paser Utara, Ahmad Usman (Subur Priono – Humas Setkab Penajam Paser Utara)

Penajam, helloborneo.com – Penindakan terhadap nelayan yang menggunakan peralatan jaring “trawl” atau modifikasinya jaring cantrang untuk menangkap ikan di wilayah perairan Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, terkendala kewenangan.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Penajam Paser Utara, Ahmad Usman saat dihubungi helloborneo.com di Penajam, Senin, mengatakan kewenangan pengawasan di perairan laut diambil alih Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

“Kami terkendala kewenangan untuk melakukan pengawasan dan penindakan terhadap nelayan yang menggunakan jaring cantrang atau pukat dogol, karena kewenangan pengawasan saat ini ada di pemerintah provinsi,” ujarnya.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Penajam Paser Utara telah melaporkan kepada Pemprov Kaltim untuk menindaklanjuti terkait masih maraknya nelayan menangkap ikan di wilayah perairan setempat menggunakan peralatan yang dilarang pemerintah tersebut.

Sampai saat ini, menurut Ahmad Usman, penggunaan jaring cantrang atau pukat harimau masih marak digunakan nelayan untuk menangkap ikan di wilayah perairan Kabupaten Penajam Paser Utara.

“Masih ada laporan penggunaan jaring cantrang oleh nelayan, dan nelayan itu beralasan tidak memiliki alat tangkap lainnya,” ungkapnya.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 telah melarang penggunaan alat tangkap hela (trawl) dan pukat tarik atau cantrang dalam kegiatan penangkapan ikan di laut.

Penggunaan jaring cantrang atau pukat dogol lanjut Ahmad Usman, dapat merusak ekosistem laut, merusak terumbu karang dan menangkap seluruh ukuran ikan, sehingga menghambat kelangsungan regenerasi ikan.

“Penggunaan jaring cantrang itu sangat mengkhawatirkan nelayan tradisional, karena dengan menggunakan alat tangkap ‘trawl’ berpotensi menguras ikan yang ada,” jelasnya.

Ahmad Usman berharap, nelayan yang biasa menggunakan peralatan jaring “trawl” atau modifikasinya jaring cantrang segera mengganti dengan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan.

“Penggunaan ‘trawl’ berdampak pada puluhan nelayan tradisional yang sering tidak mendapatkan hasil saat melaut,” tambahnya. (bp/*rol)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.