Film Trilogy Nomaden “Menjemput Ibu” Siap Hibur Warga Samarinda

MR Saputra & Paknyang Kutai

 

Paknyang Kutai hadir pada Malam Puisi Penajam ke 14, segaligus akan diskusi film Nomaden. (Ist)

Paknyang Kutai (berbaju hitam). (Ist)

Jogjakarta, helloborneo.com – Sabtu (10/9) mendatang, Garuda Menonton Film Indonesia (GMFI) akan kembali mendarat di Kalimantan Timur, kali ini giliran di kota Samarinda. Tepatnya di lapangan BLKI Sungai Kunjang, pukul 19.00 Wita.

Bekerjasama dengan Rumah Etam Community, Organisasi Perempuan Bangsa, GMPPK (Gerakan Muda Penerus Perjuangan Kemerdekaan, Himpunan Pengusaha Nahdliyin dan PT. Bintang Telaga Haudh. Samarinda adalah kota ke 6 yang disinggahi setelah Kabupaten Penajam Paser Utara yang telah dilaksanakan tanggal 27 Agustus 2016 lalu.

Gerakan Garuda Menonton Film Indonesia 2016 ini mengusung film Trilogi Nomaden “Menjemput Ibu” karya sutradara Paknyang Kutai sekaligus pendiri dari komunitas RoemahKreatif Jogjakarta dan Ketua Organisasi Keprofesian KFT (Karyawan Film & Televisi) Korda D.I. Yogyakarta.

Ini adalah sebuah gerakan mandiri yang mengajak masyarakat Indonesia untuk lebih mencintai karya film produksi Indonesia. Komunitas RoemahKreatif Jogjakarta sejak 20 Mei 2016 lalu memilih Rumah Muzeum Garuda yang terletak di wilayah Sewon Bantul Yogyakarta sebagai awal dimulainya gerakan menonton ini.

Paknyang Kutai juga menambahkan, bahwa pemutara film trilogy Nomaden ini dibagi menjadi 3 Periode sampai pertengahan 2017 nanti. Setiap periode target pemutaran 50 titik. Artinya jika ketiga periode itu tercapai tepat waktu. Dalam 1 tahun film Trilogi Nomaden mencapai pemutaran hingga 150 titik diseluruh wilayah Indonesia. Sebuah angka pemutaran film yang fantastis di era dimana film nasional sedang dalam kondisi memburuk saat ini.

Ketika ditanya soal cerita film Trilogi Nomaden “Menjemput Ibu”. Paknyang Kutai hanya menjawab singkat. Film ini seharusnya wajib tonton, khususnya buat keluarga dan remaja. Kisah dalam film ini lebih mengedepankan nilai-nilai moral yang ada disekitar kita.

Kisah yang sederhana, tentang 2 anak yatim yang mencari keberadaan ibunya dan bertemu dengan komunitas vespa yang fenomenal itu. Soal bagaimana ending dari cerita film ini, Paknyang Kutai justru memberikan teka-teki.

“Masyarakat yang tinggal di wilayah pemutaran film ini harus datang menonton, jika tidak.. maka merugilah,” terang Paknyang.

“Semoga harapan yang optimis ini bisa terwujud ya bung Paknyang Kutai, Aamiin,” harapnya. (mrs/rol)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.