Keterangan Press
Samarinda, helloborneo.com – Upaya kriminalisasi serta pembungkaman pejuang pembela HAM dan Lingkungan Hidup Kembali dilakukan oleh sejumlah orang yang mengaku dari gugus tugas covid-19 kota Samarinda. Upaya pembungkaman ini diawali pada tanggal 29 Juli 2020 dengan swab test acak tanpa diawali dengan tracing kluster dari suspect yang telah positif.
Dengan dalih sample acak (random sampling) oknum petugas Kesehatan ini bersikeras agar pihak kantor menjalani proses uji test tersebut. Sebagai warga negara yang baik tentu kita mendukung upaya bersama memutus rantai penyebaran virus corona di Kalimantan Timur.
Namun upaya baik ini ternyata dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab dengan menunggangi situasi pandemi guna menjerumuskan 3 (tiga) aktivis pembela HAM dan Lingkungan Hidup dalam swab test abal-abal yang hasilnya prematur serta terburu-buru.
Swab test hasilnya tidak jelas, di mana oknum petugas yang mengaku dari Dinas Kesehatan Kota Samarinda hanya menyampaikan secara lisan tanpa dibuktikan secara tertulis. Lazimnya dalam dokumen hasil test berisi antara lain informasi apakah positif atau negatif, menyebutkan asal laboratorium dan nama serta tanda tangan pihak yang bertanggung terhadap hasil laboratorium tersebut.
Selain itu, dalam penjemputan yang dilakukan secara paksa tersebut dilakukan dengan cara melawan hukum yaitu membuka rahasia rekam medik seseorang kepada orang lain/publik tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada aktivis yang dianggap positif covid-19.
Oknum Petugas Kesehatan Kota Samarinda dalam menjalankan aksinya ketika mengambil sampel pada tanggal 29 Juli 2020 secara nyata mengabaikan sejumlah protokol Kesehatan yang telah diatur dalam sejumlah peraturan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan berikut aturan turunannya.
Begitu pula pada saat melakukan penyemprotan desinfektan dan puncaknya ketika melakukan penjemputan secara paksa tidak dilengkapi dengan APD lengkap berdasarkan standard protokol penanganan suspek covid-19.
Dari rangkaian peristiwa tersebut, terdapat banyak kejanggalan yang terang benderang. Beberapa kejanggalan tersebut diantaranya seluruh petugas baik yang beroperasi pada tanggal 29-31 Juli 2020 tidak berkenan untuk memperkenalkan identitas pribadi, jabatan, serta instansi asal mereka yang lazimnya tertera pada kartu tanda pengenal.
Hal lainnya adalah, saat pengambilan sampel pada tanggal 29 Juli 2020, para petugas tidak bersedia didokumentasikan dengan alasan tidak mengenakan APD lengkap, berarti mereka telah melakukan kesalahan dalam prosedur pengambilan sampel, serta yang paling fatal adalah para petugas tersebut membuang limbah medis secara serampangan di tempat sampah kantor Pokja 30.
Dalam rilis ini, WALHI Kalimantan Timur beserta LBH Samarinda hendak menekankan yang telah menjadi fakta tidak terbantahkan yang terjadi di RSUD I.A. MOEIS Samarinda pasca penjemputan secara paksa terhadap tiga orang dari kantor WALHI Kalimantan Timur.
Sebelum memasuki ruangan isolasi, terlebih dahulu meminta ruang perawatan terpisah dari pasien Covid-19 lainnya dan bersedia membayar biaya perawatan secara mandiri serta menolak biaya perawatan yang berasal dari Pemerintah.
Selain itu tiga orang dari kantor WALHI tersebut meminta hasil Swab Test yang dijanjikan akan diberikan sesampainya di RSUD. I.A.MOEIS SAMARINDA, namun pihak RSUD I.A.MOEIS SAMARINDA tidak mengetahui mengenai hasil Swab test tiga orang dari kantor WALHI Kalimantan Timur yang diduga positif Covid-19.
Akhirnya pihak BPBD serta satpol PP yang melakukan penjemputan berlalu begitu saja sehingga membiarkan tiga orang tersebut terbengkalai luntang-lantung di halaman parkir rumah sakit.
Pernyataan Kritis Dan Tuntutan
Bagi kami upaya-upaya ini mendekati suatu Tindakan yang dapat dikategorikan sebagai operasi hitam aparatur keamanan dan intelejen dengan cara menunggangi dan memanfaatkan pemeriksaan Kesehatan melalui swab test covid-19 untuk merampas data-data pribadi maupun kelompok secara melanggar hukum terhadap para aktivis pejuang HAM dan lingkungan hidup.
Membuat kami bertanya, apakah memang ada Kerjasama kementerian Kesehatan/Satgas Covid-19 dengan Intelejen/reskrim/polisi untuk melakukan pelecehan terhadap hak-hak warga negara dan rakyat sipil seperti yang terjadi saat ini, pada rabu 29-30 Juli 2020 ?
Perampasan data pribadi dan kelompok melalui operasi hitam intelejen dengan modus pemeriksaan swab test covid-19 ini patut disimpulkan sebagai cara kotor persekongkolan antara pemerintah dan aparat keamanan mulai dari intelejen/reskrim/polisi yang dengan berbagai cara menggunakan manipulasi penyamaran melalui satgas covid-19.
Sebuah taktik yang bermuara untuk melemahkan, membuyarkan konsentrasi konsolidasi gerakan sipil dan mahasiswa sekaligus untuk membungkam gerakan pro demokrasi yang sedang menguat saat ini untuk menghadang omnibus law cipta kerja yang menyesengsarakan rakyat dan melipatgandakan kerusakan lingkungan hidup, pembungkaman terhadap penolakan terhadap UU pertambangan Minerba hingga gangguan atas penegakan demokrasi indonesia yang saat ini dijerat oleh oligarki politik.
Rilis ini kami tujukan bukan hanya kepada kawan jurnalis dan institusi media, namun lebih luas lagi kami tujukan juga untuk perwakilan badan Kesehatan dunia (WHO) di Indonesia yang berkantor di Jakarta, untuk menjadikan ini perhatian atas skandal memalukan ini yang dilakukan oleh seluruh jejaring operasi intelejen yang memata-matai warga negaranya sendiri di Indonesia hingga memanfaatkan pandemic covid-19 untuk ditunggangi menggunakan operasi hitam yang menyalahgunakan kewenangan dan melanggar hukum dan hak asasi manusia.
Melalui rilis ini juga kami mendesak Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Rumah Sakit Rujukan untuk covid-19, ikatan perawat, Gubernur Kalimantan Timur dan Walikota Samarinda untuk segera melakukan investigasi atas dugaan penyalahgunaan wewenang oleh para pengurus negara mulai level terkecil RT, kecamatan, hingga level kota dan provinsi, termasuk pada oknum-oknum yang terlibat dalam dinas Kesehatan, badan penanggunalangan bencana daerah termasuk satgas covid-19 abal-abal yang kami duga telah dimanfaatkan oleh operasi hitam kepolisian dan intelejen.
Mendesak tanggungjawab kapolda kaltim dan kapolres samarinda untuk membuka kepada publik keterlibatan anggota dan satuan intelejen yang telah memanipulasi dan membuat operasi hitam mengunakan swab test covid-19 sebagai pintu dan alat operasi intelejen dalam memata-matai, mengkriminalisasi, melecehkan hak-hak warga negara, membungkam, merampas data pribadi dan kelompok para pejuang HAM dan Lingkuingan Hidup.
Rilis ini akan kami sampaikan juga pada Kapolri, Propam dan Provost untuk melakukan Langkah investigasi internal kepolisian dan kami tembuskan pula pada Komnasham dan Ombudsman Republik Indonesia untuk memastikan operasi ini mendapatkan perhatian dan pemeriksaan secara sungguh-sungguh, termasuk ditembuskan pada Presiden Joko Widodo untuk bertanggungjawab atas pelecehan serius terhadap hak warga negaranya yang dijamin perlindungannya oleh Konstitusi Indonesia.
Rilis ini adalah peringatan tanda bahaya bagi demokrasi Indonesia yang menghadapi titik nadir karena secara keji dan memalukan, bagi seluruh warga negara Indonesia dimanapun berada, jangan pernah mau untuk dipaksa dan dilecehkan hak-hak warga negaranya karena dalam kasus ini diduga keras, upaya yang dimulai dengan tidak transparan, abal-abal dan menggunakan paksaan dalam pengambilan swab test hanyalah kedok untuk operasi gelap diluar hukum atau operasi kejahatan bagi warga negaranya sendiri.
Surat Walhi Ditembuskan Hingga Presiden Jokowi
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) merupakan organisasi yang mempunyai melakukan pekerjaan advokasi lingkungan hidup dan hak asasi manusia. WALHI mempunyai kantor daerah di 28 provinsi yang terdiri dari 486 organisasi anggota. Salah satu kantor kami berada di Samarinda, Kalimantan Timur.
Melalui ini kami menyampaikan protes dan/atau permintaan klarifikasi serta laporan terkait perisitiwa yang terjadi pada 29, 30 dan 31 Juli 2020 di kantor WALHI Kalimantan Timur di Samarinda. Adapun ringkasan peristiwa tersebut, yaitu:
Rabu, 29 Juli 2020 sekitar pukul 16.00 WITA, kantor kami didatangi lima orang yang mengaku dari Dinas Kesehatan Kota Samarinda untuk melakukan random sampling tes COVID-19 dengan cara swab;
Selanjutanya, lima orang petugas yang mengaku dari Dinas Kesehatan Kota Samarinda melakuka test swab kepada sembilan orang yang berada di Kantor WALHI Kalimantan Timur dan Pokja 30;
Ketika melakukan tes tersebut, lima orang petugas tidak dilengkapi APD yang lengkap (hazmat) dan tidak memperlihatkan surat tugas;
Setelah melakukan tes, lima orang tersebut pergi dan tidak melakukan tes swab ke rumah lain yang berada di sekitar kantor kami;
Kamis, 30 Juni 2020 sekitar pukuk 14.30 WITA, kantor kami kembali didatangi sekitar 15 orang yang mengaku dari Dinas Kesehatan Samarinda, BPBD Kota Samarinda dan Satpol PP Kota Samarinda tanpa dilengkapi APD Lengkap (hazmat) memberitahu tiga orang yang berada di kantor WALHI Kalimantan Timur positif COVID-19, namun pernyataan tersebut tidak disertai dengan keterangan tertulis hasil lab;
Setelah memberitahukan hal tersebut, lima orang diantara orang yang mengaku petugas Negara ini melakukan disinfektan ruangan dan dengan unsur paksaan melakukan penggeledahn tanpa ada surat tugas atau surat perintah penggeledahan;
Setelah selesai melakukan penggeledahan, mereka memberitahu akan membawa tiga orang yang berada di kantor WALHI Kalimantan Timur akan dijemput dan dilakukan karantina;
Jumat, 31 Juli 2020, sekitar 20 orang yang mengaku dari Satuan Tugas Covid, Kepolisian Republik Indonesia, Satuan Polisi Pamongpraja (SATPOL PP), BPBD kota Samarinda, Kelurahan Dadimulya dan Ketua RT.33 Kelurahan Dadimulya mendatangi kantor WALHI Kalimantan Timur tanpa APD (Hazmath) dan melakukan provokasi terhadap warga sekitar agar kami meninggalkan kantor dan bersedia di bawa ke RSUD I.A.MOEIS SAMARINDA.
Kkedatangan orang yang mengaku sebagai petugas negara tersebut tidak memperlihatkan identitas, surat tugas dan tidak membawa hasil lab;
Sekitar pukul 19.45 WITA, tiga orang dari WALHI Kalimantan Timur dibawa dengan ambulan BPBD Kota Samarinda menuju ke RSUD I.A.MOEIS SAMARINDA.
Sampai di RSUD I.A.MOEIS SAMARINDA, tiga orang dari WALHI Kalimantan Timur sebelum memasuki ruangan isolasi terlebih dahulu meminta hasil Swab Test yang dijanjikan akan diberikan sesampai di RSUD. I.A.MOEIS SAMARINDA, namun pihak RSUD I.A.MOEIS SAMARINDA tidak mengetahui mengenai hasil Swab test tiga orang dari WALHI Kalimantan Timur yang diduga positif Covid-19, dinyatakan tidak perlu dirawat atau dikarantina di Rumah Sakit karena tidak ada hasil lab, dan seluruh petugas yang menjemput dan mengantar ke Rumah Sakit pergi meninggalkan mereka
Berdasarkan informasi di atas, kami menyampaikan protes kepada Kapolri, Satuan Tugas Covid-19 dan Pemerintah Kota Samarinda. Peristiwa tersebut telah memberikan ancaman kepada staf kami di Kantor Daerah dan organisasi jaringan penggiat lingkungan hidup dan kehutanan. Untuk itu kami menuntut agar:
Kapolri, Satuan Tugas Covid-19 dan Pemerintah Kota Samarinda melakukan permintaan maaf kepada kami. Apabila benar kiranya tiga orang yang berada di kantor kami positif Covid-19, maka tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang yang bekerja atas nama negara dilakukan secara bertentangan dengan prosedur yang berlaku;
Kapolri, Satuan Tugas Covid-19 dan Pemerintah Kota Samarinda secara terbuka membuka nama dan identitas orang-orang yang berada di bawah instansi yang anda pimpin kepada publik;
Satuan Tugas Covid-19 dan Pemerintah Kota Samarinda melakukan penyidikan internal dan menjatuhkan sanksi kepada petugas yang terlibat dalam peristiwa ini;
Kapolri agar melakukan penyidikan internal dan menjatuhkan sanksi kepada petugas yang terlibat dalam peristiwa ini, sekaligus melakukan tindakan hukum sesuai mekanisme hukum pidana yang berlaku;
Kapolri, Satuan Tugas Covid-19 dan Pemerintah Kota Samarinda memastikan keamanan sembilan orang yang dilakukan tes swab dan memastikan tidak ada proses transfer virus yang dilakukan dalam peristiwa yang dilakukan secara bertentangan dengan hukum. (bp/tan)