Keterangan Pers

Samarinda, helloborneo.com – Koalisi Peduli Teluk Balikpapan yang terdiri dari Pokja Pesisir, WALHI Kaltim, JATAM Kaltim, Aksi Kamisan Kaltim, Kelompok Belajar Anak Muda Kaltim, dan Pasukan Merah DPC Balikpapan melakukan aksi ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Timur mendesak Pemerintah untuk segera dan secara tegas melakukan penegakan hukum bagi penjahat lingkungan serta dihentikannya pembahasan penyusunan AMDAL PT. Mitra Murni Perkasa (MMP).
Kerusakan Kawasan Mangrove di Teluk Balikpapan akibat industri destruktif terus terjadi disebutkan dalam keterangan tertulis yang diterima helloborneo.com, Rabu,, salah satunya pengerusakan mangrove dan penutupan anak Sungai Tempadung yang dilakukan oleh PT. Mitra Murni Perkasa (MMP) untuk pembangunan Smelter Nikel tanpa didahului izin lingkungan.
Pasca Koalisi Peduli Teluk Balikpapan melayangkan pengaduan ke Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur terkait pengerusakan mangrove dan penutupan anak Sungai Tempadung yang dilakukan PT. Mitra Murni Perkasa tertanggal 2 Maret 2022.
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur bersama dengan DLH Kota Balikpapan, Direktorat pengaduan, pengawasan dan Sanksi Administrasi serta Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan melakukan verifikasi lapangan sekaligus melakukan penyegelan dengan pemasangan papan larangan kegiatan pada lokasi kegiatan PT. MMP pada tanggal 4 April 2022.
Penyegelan lokasi kegiatan PT. MMP ini membuktikan bawasannya PT. MMP melakukan penyiapan lahan di lokasi kegiatan sejak November 2021 dengan menghancurkan 30 hektar Kawasan Mangrove dan penutupan anak Sungai Tempadung bagian hulu sepanjang 70 meter tanpa didahului adanya dokumen AMDAL maupun izin lingkungan.
Bukannya ada penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan PT. MMP, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur malah memfasilitasi Pelaksanaan Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup (Andal, UKL, UPL, DELH, DPLH) PT. MMP ditanggal 18 Mei 2022.
Koalisi Peduli Teluk Balikpapan menyesalkan tindakan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kaltim yang tetap memfasilitasi Pelaksanaan Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup (Andal, UKL, UPL, DELH, DPLH) PT. MMP di tengah proses penegakan hukum.
Tindakan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kaltim ini patut diduga melindungi penjahat lingkungan dan berpotensi adanya pemutihan dosa PT. MMP yang dibungkus dengan ketelanjuran serta atas nama kesejahteraan masyarakat.
Direktur Eksekutif WALHI Kaltim, Yohana Tiko mengatakan bahwa praktik yang dilakukan oleh PT. MMP itu telah melanggar konstitusi Republik Indonesia, khususnya Pasal 35 Huruf (e) dan (f) UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang berbunyi “Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang.
Menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem Mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; (f) melakukan konservasi Ekosistem Mangrove di Kawasan atau Zona Budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Pelanggaran terhadap pasal 35 diancam pada pasal 73 ayat (1) Huruf (b) yang berbunyi “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit 2.000.000.000 (dua miliar rupiah) dan paling banyak 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).
Dan Pasal 22 Ayat (1) UU 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup yang berbunyi “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal”.
“Kami mendesak Pemerintah hentikan Pembahasan AMDAL PT. MMP dan Pidanakan PT. MMP atas pengerusakan lingkungan serta menghilangkan bukti kejahatan dilapangan dengan tetap melakukan aktifitas di tempat kejadian perkara (TKP) yang telah diberi segel oleh pihak yang berwenang,” ujarnya.
“Segera di hukum secara tegas, karena telah melanggar konstitusi Republik Indonesia dan PT. MMP tidak layak mendapatkan persetujuan lingkungan maupun Amdal. Tidak ada yang kebal hukum, semua warga negara sama dihadapan hukum,” tegasnya.
Pradarma Rupang dari Koordinator Jatam Kaltim menjelaskan bagaimana mungkin hukum bisa ditegakkan jika PT. MMP di lapangan melanggar diberikan ruang untuk dilayani dalam penyusunan AMDAL, harusnya pemerintah tegas mendesak perusahaan mempertanggungjawabkan kejahatanya. Jika pelanggaran seperti ini dibiarkan maka apa gunanya intitusi ini lebih baik dibubarkan saja.
Husen dari Koordinator Advokasi dan Kampanye Pokja Pesisir menyampaikan PT. MMP telah mengakui melakukan perusakan kawasan mangrove sebelum memiliki AMDAL jadi DLH Provinsi Kaltim selayaknya tidak memproses AMDAL.
Perusakan Kawasan Mangrove dan penutupan anak sungai Tempadung itu sebagai bukti bahwa PT. MMP dalam menjalankan usahanya tidak peduli terhadap kelestarian lingkungan.
Ery Sofian dari Pasukan Merah DPC Balikpapan menginggatkan Jika sudah ada pelanggaran dan penyegelan, seharusnya ada pengawasan yang lebih ketat di tempat kejadian perkara. Sehingga kejadian aktivitas yang dilakukan secara diam-diam oleh PT. MMP tidak terjadi kembali dan merusak atau menghilangkan bukti kejahatan.
Progres penegakkan hukum yang lambat, sementara aktivitas PT. MMP di lapangan terus berlanjut. Di mana kondisi tersebut ditemukan oleh Koalisi Peduli Teluk Balikpapan pada 5 Juni 2022 yang bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Terlihat 4 (empat) eksavator, beberapa dam truk dan puluhan pekerja yang sedang beraktivitas dilapangan.
Hal itu menciderai dan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum lingkungan dan memperburuk kondisi lingkungan di Teluk Balikpapan, maka atas nama lingkungan hidup dan hak generasi mendatang Koalisi Peduli Teluk Balikpapan menuntut hentikan proses pembahasan dan AMDAL dan izin lingkungan PT. MMP.
Kemudian mendesak Dirjen Gakum LHK untuk segera menetapkan sanksi administrasi pencabutan dan atau tidak memberikan izin lingkungan kepada PT.MMP dan segera memproses unsur pidananya ke pengadilan, dan mendorong PT. MMP melakukan pemulihan kawasan mangrove dan anak sungai yang telah dirusaknya. (bp)