Kekerasan Seksual di Kementerian Koperasi, Tim Independen Rekomendasikan Perberat Sanksi

ILUSTRASI - FILE - A Dec. 12, 2016, photo illustration, shoes a person typing on a laptop, in Miami, Florida. A new survey shows that about one in four women that have been queried in eight different countries said they had experienced online abuse or harassment.
ILUSTRASI – FILE – A Dec. 12, 2016, photo illustration, shoes a person typing on a laptop, in Miami, Florida. A new survey shows that about one in four women that have been queried in eight different countries said they had experienced online abuse or harassment.

Jakarta, helloborneo.com – Tim Independen telah menyerahkan rekomendasi kerja tim kepada Menteri Koperasi dan UKM, Selasa (22/11). Tim ini dibentuk pada 26 Oktober 20222 dan telah bekerja kurang dari satu bulan. Ketua Tim Independen, Ratna Batara Munti mengatakan, tim menyimpulkan penyelesaian kasus kekerasan seksual di KemenkopUKM tidak tuntas.

Antara lain karena adanya penghentian kasus (SP3) dari kepolisian, perjanjian damai, hingga pernikahan antara korban dengan terduga pelaku berinisial ZPA sebagai cara untuk membebaskan diri dari jeratan hukum. Selain itu, tim menemukan hubungan kekerabatan yang cukup dekat antara sebagian terduga pelaku dengan pejabat di lingkungan kementerian.

“Kami bekerja sangat memperhatikan urgensi dan harapan kita, agar penanganan dari korban bisa cepat dan benar-benar diproses kembali,” ujar Ratna Batara Munti.

Ratna menambahkan tim juga menyimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran, maladministrasi, dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat kementerian dalam penyelesaian kasus. Karena itu, ia merekomendasikan Menteri Koperasi untuk memperberat sanksi kepada empat terduga pelaku yang masih bekerja di kementerian.

Dua terduga pelaku utama yang berstatus ASN agar diberhentikan. Sedangkan dua terduga pelaku lain yang terlibat dalam kasus ini yakni satu tenaga honorer untuk diputus kontraknya dan satu pegawai diturunkan masa jabatannya.

“Kita melihat (baca: sanksi) dari berat ringannya keterlibatan (baca: terduga para pelaku kekerasan seksual) tersebut,” tambah Ratna.

Selain itu, Tim Independen juga merekomendasikan Menteri Koperasi dan UKM untuk membubarkan Majelis Etik yang telah dibentuk karena tidak berjalan efektif. Tim meminta Menteri membentuk Majelis Etik yang baru yang bersih dari relasi kekerabatan dengan terduga pelaku atau korban.

Menteri Koperasi dan UKM juga diminta memperbaiki kode etik dan kode perilaku ASN di kementerian dengan membentuk Tim Independen Internal untuk merespons pengaduan-pengaduan. Menurut Ratna, semua rekomendasi tersebut telah disetujui oleh Menteri Koperasi dan akan ditindaklanjuti.

Mahfud MD: Proses Hukum Kasus Pemerkosaan di Kementerian Terus Jalan

Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga telah menegaskan bahwa proses hukum kasus pemerkosaan di Kementerian Koperasi terus berjalan. Keputusan tersebut diambil setelah Mahfud rapat dengan sejumlah kementerian lembaga terkait kasus ini. Menurutnya, penghentian kasus ini (SP3) di kepolisian telah dibatalkan.

“Oleh sebab itu kepada empat tersangka dan tiga saksi yaitu N, MF, WH, ZPA, kemudian saksinya yang dianggap terlibat A,T dan H supaya terus diproses pengadilan,” jelas Mahfud.

Menurut Mahfud, penghentian penyidikan karena pencabutan laporan tidak dapat dibenarkan secara hukum. Menurutnya, polisi akan terus melanjutkan perkara jika dinilai cukup bukti meskipun pelapor mencabut perkara tersebut. Hal ini berbeda dengan delik aduan yang akan ditutup kasusnya jika pelapor mencabut aduan.

Mahfud juga menekankan penghentian kasus karena perdamaian atau restorative justice tidak dapat dilakukan. Sebab, kata dia, mekanisme ini hanya dapat dilakukan untuk tindak pidana ringan seperti delik aduan.

“Kalau kejahatan yang serius dengan ancamannya empat tahun atau lima tahun lebih, tidak ada itu restorative justice,” imbuhnya.

Kasus pemerkosaan di Kementerian Koperasi ramai menjadi perbincangan publik ketika media Konde.co menurunkan laporan tentang pemerkosaan di kementerian ini pada akhir Oktober lalu (24/10). Laporan itu berjudul: Kekerasan Seksual Pegawai Kementerian: Korban Diperkosa dan Dipaksa Menikahi Pelaku. Empat pegawai kementerian tersebut, diduga menjadi pelakunya.

Menurut laporan Konde, kejadian ini bermula saat korban berinisial N bersama para pegawai kementerian pada 6 Desember 2019 mengadakan Rapat Di Luar Kantor yang diikuti N dan para terduga pelaku. N kemudian diperkosa di hotel yang menjadi tempat rapat. Ia kemudian melapor ke Polresta Bogor dan empat terduga pelaku kemudian ditahan.

Namun, sebelum berkas perkara lengkap (P21), keluarga terduga pelaku meminta korban untuk berdamai dan meminta korban menikah dengan salah satu pelaku yang belum menikah. Menurut Konde, Kepolisian Bogor juga terlibat dalam memfasilitasi pernikahan antara terduga pelaku dengan korban. (voa/log)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.