Komnas Perempuan: Ada 307 Pembunuhan Istri Setahun Terakhir

Foto ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. (Foto: Tumisu/Pixabay)
Foto ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. (Foto: Tumisu/Pixabay)

Jakarta, helloborneo.com – Komnas Perempuan meluncurkan kajian yang berjudul “Pengetahuan Femisida: Lenyap dalam Senyap”. Femisida adalah pembunuhan perempuan yang didorong oleh kebencian, dendam, penaklukan, penguasaan, penikmatan dan pandangan terhadap perempuan sebagai kepemilikan sehingga boleh berbuat sesuka hatinya.

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan pengetahuan tentang femisida penting karena kasusnya banyak ditemukan di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan pemantauan Komnas Perempuan di pemberitaan media, setidaknya tercatat 307 pembunuhan istri di tangan suami sendiri sepanjang Juni 2021 hingga Juni 2022. Kemudian berdasarkan 100 putusan pengadilan pada 2015-2022, 83 persen di antaranya berakhir dengan istri meninggal di tangan suami.

“Ini menunjukkan femisida nyata ada di Indonesia dan dekat dengan lingkungan. Karena tadi belum dikenali pembunuhan didasarkan jenis kelamin dan gender, maka angka ini bisa jadi hanya merepresentasikan puncak gunung es di lapangan,” ujar Andy saat membuka peluncuran “Pengetahuan Femisida: Lenyap dalam Senyap”.

Andy menambahkan Komnas Perempuan telah meluncurkan kajian awal tentang pengetahuan femisida sejak dua tahun lalu. Kajian awal tersebut berisi tentang ragam bentuk femisida mulai dari femisida pasangan intim, budaya, hingga perempuan disabilitas. Catatan Komnas Perempuan, kasus femisida pasangan intim lebih banyak dibandingkan ragam bentuk femisida lainnya. Karena itu, Komnas Perempuan meneruskan kajian dengan fokus pada femisida pasangan intim agar kasus serupa tidak terulang kembali.

“Dan upaya untuk mengatasi femisida membutuhkan sinergi dan kolaborasi antara pemerintah, aparat, kelompok sipil, masyarakat umum, akademisi, media massa dan semua pihak lainnya,” tambahnya.

Komnas Perempuan juga mengkaji perkembangan hukum dan praktik baik dari penanganan femisida di 10 negara lain. Antara lain Belanda, Guatemala, Turki, Malaysia, dan Turki. Kata dia, belajar dari negara-negara tersebut, langkah awal yang perlu dilakukan yaitu pendataan kasus agar penanganan femisida lebih baik pada masa mendatang.

Belum Ada Aturan Khusus Femisida

Hakim Agung Desnayeti mengapresiasi peluncuran “Pengetahuan Femisida: Lenyap dalam Senyap” yang dilakukan Komnas Perempuan. Menurutnya, hal ini merupakan upaya maju dalam penanganan hak asasi manusia di masyarakat. Sebab, ia sebagai hakim di Mahkamah Agung (MA) selama ini belum menemukan kekhususan dalam pengelompokkan kejahatan terhadap perempuan atau anak, seperti femisida.

“Jadi belum ada di MA yang dirinci atau dikhususkan tentang femisida. Untuk itu usaha yang dilakukan Komnas Perempuan saya sebut sebagai langkah maju,” ucap Desnayeti.

Desnayeti menambahkan berdasarkan berkas perkara yang ditanganinya, kasus percobaan pembunuhan dan pembunuhan terhadap perempuan terjadi di rumah tangga dan luar rumah tangga. Salah satu penyebabnya adalah perasaan memiliki yang besar terhadap perempuan sehingga pelaku merasa berhak mengatur korban.

Yeti sepakat jika pelaku kekerasan terhadap perempuan diberikan hukuman tambahan seperti restitusi untuk kepentingan perlindungan terhadap korban dan keluarga korban. Kata dia, MA akan mendukung dan terus mengikuti upaya memasukkan femisida atau pemberatan pidana dalam perundang-undangan di Indonesia.

Apresiasi juga disampaikan Analis Kebijakan Madya Bidang Pidum Bareskrim Polri Ciceu Cahyati Dwimeilawati. Ia mendorong Komnas Perempuan untuk memasukkan femisida dan pemberatan pidananya ke dalam RUU KUHP. Sebab, belum ada regulasi yang mengatur secara khusus tentang femisida.

“Saat ini aparat penegak hukum hanya menggunakan KUHP, UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Perlindungan Anak, UU Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” kata Cahyati.

Cahyati mengakui Polri belum memiliki data khusus tentang femisida. Data yang ada masih bersifat umum seperti jenis kelamin dan pekerjaan korban. Namun, kata dia, data tersebut dapat dimohonkan Komnas Perempuan kepada Polri agar datanya dapat dikategorisasi lebih rinci. (voa/log)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.