Hari AIDS Sedunia: Sosok “Ibu” Pendamping Puluhan Anak HIV/AIDS

FILE - Seorang pelajar Indonesia memegang pita merah sebagai bagian dari acara kesadaran pada peringatan Hari AIDS Sedunia di Medan, provinsi Sumatera Utara, 2 Desember 2018. -(Albert Ivan Damanik/AFP)
FILE – Seorang pelajar Indonesia memegang pita merah sebagai bagian dari acara kesadaran pada peringatan Hari AIDS Sedunia di Medan, provinsi Sumatera Utara, 2 Desember 2018. -(Albert Ivan Damanik/AFP)

Jakarta, helloborneo.com – Sosok “ibu” pendamping anak-anak penderita HIV/AIDS – atau dikenal dengan ADHA – dinilai sangat penting untuk merawat mereka, tetapi kehadirannya sering terlupakan.

Panggilan Ibu, Uti atau nenek, hingga mama menyeruak dari sekelompok anak yang berlari masuk ke dalam rumah setelah puas main ayunan, ketika mengunjungi sebuah rumah bagi Anak dengan HIV/AIDS ADHA di Solo, hari Kamis (1/12).

Salah seorang perempuan yang dipanggil anak-anak itu keluar dari ruangan, dan serta merta anak-anak menggelayut manja padanya. Perempuan bernama Islamiyah itu menyambut VOA dengan ramah. Ia meminta anak-anak yang mengelilinginya untuk bermain dulu di halaman.

Islamiyah, yang sudah bertahun-tahun menjadi relawan pendamping ADHA mengatakan ada 39 ADHA yang menghuni rumah “Yayasan Lentera Solo.” Bersama delapan relawan lain, Islamiyah mengabdikan diri untuk merawat anak-anak ini. Meski diantara relawan dan anak-anak itu tidak ada hubungan darah atau keluarga, sebutan Ibu, Uti atau nenek hingga mama membuat hubungan mereka sangat erat.

“Dulu saya siang saja merawat ADHA, sekarang sudah 24 jam di rumah ini. Ya saya termotivasi ikut merawat dan menjaga anak-anak ini, mereka kan yatim piatu. Suka dukanya ya senang bisa berguna bagi ADHA, melihat mereka sehat, tertawa, bermain. Saya kan suka anak-anak, sudah saya anggap seperti anak atau cucu saya sendiri. Dukanya ya kalau pas mereka minum obat harian. Nggak tega. Sulit sekali”, kata Islamiyah sambil memandang sekelompok ADHA bermain, Kamis (1/12).

Islamiyah menambahkan seorang ADHA berusia 17 tahun baru saja meninggal dunia. Ia tak kuasa menahan air mata mengingat kenangannya bersama anak itu di rumah tersebut.

“Saya nangis kalau lihat kondisi mereka drop, imunnya turun membuat saya panik. Kita langsung koordinasi dengan pengurus yayasan supaya segera dibawa ke rumah sakit. Ya sering tengah malam, pagi dini hari itu biasa. Makanya tengah malam saya cek satu per satu kondisi ADHA”, ujar relawan perempuan peduli ADHA itu seraya menambahkan, ia tidak akan pernah lelah merawat mereka.

“Saya selalu berpikir bagaimana jika seandainya itu anak saya, atau saya di posisi mereka. Dengan begitu saya anggap mereka bagian hidup saya”, ujarnya.

Rumah ADHA

Rumah ADHA di Solo didirikan tahun 2017 lalu. Papan bertuliskan “LENTERA” terpasang di depan rumah. Slogan : “Selamatkan Nyawa ADHA Berapapun Harganya” tampak mencolok di bawah papan identitas itu. Rumah itu memiliki beberapa kamar, dapur, ruang utama untuk berkumpul dan halaman bermain.

Pembicaraan sempat terhenti sejenak ketika seorang anak berusia enam tahun memanggil Islamiyah. “Ibuuuu,” jeritnya manja. Seakan memahami keinginannya, Islamiyah kemudian mengajaknya bermain sambil menyuapinya. Ia juga mengganti popoknya.

Pemerintah : Belasan Ribu Anak Indonesia tertular HIV

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi mengungkapkan belum semua anak terinfeksi HIV di Indonesia mendapat pengobatan.

“Dari 12.500-an itu, yang sudah mulai pengobatan, itu baru sekitar 7.800-an. Jadi gapnya juga masih cukup tinggi,” ucap Imran saat menjadi narasumber diskusi daring bertema Hari AIDS Sedunia Selasa (29/11).

Lebih lanjut Imran mengungkapkan anak laki-laki lebih banyak terserang HIV dibanding anak perempuan.

Jawa Tengah merupakan salah satu dari tiga propinsi yang memiliki jumlah anak penderita HIV/AIDS terbanyak di Indonesia. Sejak Januari hingga September 2022 ada 46.456 anak usia dibawah 14 tahun di Indonesia yang di uji HIV, dan ada sekitar 12.553 yang kini diketahui status HIV-nya. Dari jumlah itu separuhnya berasal dari Jawa Tengah. Temuan kasus secara nasional ada 739, Jawa tengah menyumbang 85 kasus, di bawah Jawa barat, Jawa Timur dan DKI Jakarta.

Data Kemenkes tahun 2022 mencatat temuan kasus HIV/AIDS di Indonesia selama 2022 masih di bawah prediksi. Kemenkes memprediksi tambahan 30 ribu kasus per tahun. Akumulasi kasus sejak 30 tahun lalu diprediksi mencapai 596 ribuan kasus. Namun data hingga tahun 2022 ini sudah di kisaran 417 ribu kasus atau 79 persen dari prediksi itu. Prevalansi HIV di Indonesia di sebagian besar wilayah adalah 0,26 persen dengan prevalansi tertinggi tercatat di Papua dan Papua Barat yang mencapai 1,8 persen.

“Tantangan penanggulangan HIV di Indonesia ini cukup besar,” tegas Imran. (voa/log)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.