Alimuddin
Kadisdikpora Kabupaten PPU

Penajam, helloborneo.com – Selama pandemi Covid-19 sejak 2020 sampai 2022 menjadikan Pendidikan kita secara keseluruhan mengalami kemunduran dalam segala hal, sebagai akibat kurangnya pertemuan antara guru dengan peserta didik, dan perubahan mendasar dalam proses pembelajaran yang belum menjadi kebiasan peserta didik maupun para pendidik yakni pembelajaran sistem jarak jauh.
Disamping itu, rasa ketakutan akibat pemberitaan penyebaran covid 19 yang sangat massif sehingga para orang tua siswa juga memilih belajar dari rumah.
Dinas Pendidikan dan Olah Raga Kabupaten Penajam Paser Utara sebagaimana kondisi tersebut diatas, tentu tidak tinggal diam sebagaimana kondisi tersebut diatas, justru dengan kondisi yang sifatnya negatif, bersama-sama dengan stakeholder Pendidikan mengambil berbagai Langkah-langkah inovatif untuk mencegah semakin banyaknya learning lost bagi peserta didik, seperti HOME VISIT, yakni guru berkunjung kepada siswa dalam bentuk kelompok pembelajaran, sampai pada tindakan masuk kelas yang dilakukan bersama-sama dengan pihak TNI, POLRI, Lurah/Kades sampai dengan keterlibatan RT dan yang terpenting dengan orang tua siswa, sehingga Kepala sekolah sebagai penggerak pembelajaran di sekolah dengan nyaman bersama para guru melaksanakan pembelajaran dibawah pantauan para pengawas sekolah.
Kebijakan ini tentu mengandung resiko jika kemudian dalam pembelajaran terdapat siswa yang terjangkit virus corona 19 tersebut, namun sebaliknya bahwa resiko masa depan bangsa akan lebih besar jika anak-anak kita tidak tersentuh oleh para guru di sekolah.
Terlepas dari semua persoalan diatas, pemahaman terhadap kebijakan MERDEKA BELAJAR haruslah dipahami secara jernih dengan tidak lagi memberikan perbandingan dengan kurikulum atau apapun yang terjadi sebelumnya, karena dengan kebijakan ini yang kemudian menelorkan 3 kebijakan prioritas pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek yakni Program Guru Penggerak, Program Sekolah Penggerak dan Implementasi Kurikulum Merdeka yang pada prinsipnya memberikan keleluasan (merdeka) bagi guru untuk memberikan pembelajaran sebagaimana tertuang dalam Platform Merdeka Mengajar (PMM) dengan memberikan kebebasan (merdeka) bagi peserta didik untuk dengan seperti apa mereka menerima pembelajaran, tentu tetap dalam koridor belajar yang teratur yang dimulai dengan melakukan diasnogtik assement kepada seluruh peserta didik agar memudahkan bagi para pendidikan untuk mengetahui dan memahami karakter, bakat dan keinginan anak dalam proses pembelajaran nantinya.
Kemudian dibarengi dengan kurikulum yang begitu simple yang disebut dengan kurikulum merdeka yang wajib diberlakukan pada seluruh Sekolah Penggerak dan kepada seluruh sekolah lain yang secara keseluruhan maupun sebagian untuk pelaksanaannya, untuk Kabupaten Penajam Paser Utara seluruh sekolah Dasar dan SLTP telah melaksanakan Kurikum merdeka yang terbagi dalam tiga bagian yaitu Mandiri Belajar, Mandiri Berubah dan Mandiri Berbagi.
Dalam kondisi yang demikian maka bukan saja persoalan pembelajaran yang menjadi masalah dengan adanya pandemi covid 19, tetapi juga bagaimana pada saat yang sama ada kewajiban bagi kita untuk terus mendorong peningkatan mutu guru dalam proses pemebelajaran untuk melaksanakan kebijakan Merdeka Belajar tersebut, Peningkatan SDM guru lebih banyak dilakukan dengan pembelajaran yang berbasis komunitas, baik MGMP, KKKS, MKKS, maupun komunitas guru dalam setiap sekolah.
Termasuk Pengimbasan khusus yang dilakukan oleh Para Guru penggerak yang didorong menjadi the agent of change dalam pembelajaran yang berdeferensiasi atau pembelajaran yang berfokus kepada siswa dan tidak lagi berfokus kepada apa maunya pendidik, tetapi melihat kesiapan dan kemauan siswa termasuk pemilahan materi atau bahan ajar kepada siswa yang pada dasarnya memiliki kemampuan yang berbeda, memiliki kebutuhan yang berbeda dan harus dilayani sesuai kebutuhan masing-masing, tidak lagi dengan diberlakukan dengan sama antara siswa yang satu dengan yang lainnya.
Kebijakan merdeka belajar, juga memberikan gambaran dan makna bahwa Merdeka belajar itu adalah bagaimana kita seluruh stakeholder pedidikan dapat melihat dan menemukan bakat dan minat peserta didik yang kemudian dengan segala kemampuan yang kita miliki dengan melibatkan semua pemangku kebijakan untuk melayani mereka.
Pendidikan kita sekarang tidak melulu yang bersifat mata pelajaran. Tidak lagi melulu didalam kelas dan tidak lagi keberhasilan Pendidikan itu dilihat dari nilai-nilai ulangan yang diperoleh oleh siswa.
Jika masih ada yang demikian, itu berarti mereka belum memahami makna inti dari kebijakan MERDEKA BELAJAR, dan untuk pemahaman itu diperlukan perubahan mindset, baik bagi jajaran dinas Pendidikan, kepala sekolah, pengawas sekolah, para guru dan tenaga kependidikan maupun kepada seluruh orang tua siswa dan peserta didik. Pertanyaannya, apakah kita sudah siap?
Kita tidak pernah disiapkan untuk menghadapi pembelajaran dimasa pandemic covid 19 yang lalu, semua tidak ada yang siap, tapi kita harus berlaga di dalamnya untuk memastikan bahwa pemebelajaran tetap hartus berjalan, apapun caranya.
Yang menarik adalah kesadaran para pendidik dan satuan Pendidikan untik terus belajar menyesuaikan dengan keadaan dan itu berhasil serta ditopang oleh pembelajaran yang berbasis komunitas, dimana para guru menampilkan best practise mereka dan salin berbagi, ternyata ini efisien dan efektif dari aspek pembiayaan, belum lagi program pengimbasan guru penggerak kepada seluruh guru lain agara memahami pembelajaran yang berfokus kepada siswa tersebut, karena mereka memamg disiapkan sebagai pemimpin pembelajaran yang berdeferensiasi sampai saat ini. Bagaimana dengan bakat dan minat peserta didik, apakah semua guru mampu melayani ?
Dengan kondisi yang demikian maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melakukan peningkatan mutu guru guna memberikan pelayanan kepada peserta didik, jikapun belum memiliki sebagaimana yang dipersyaratkan maka Satuan Pendidikan dapat menggunakan tenaga-tenaga profesional yang ada di sekitar sekolah atau dari paguyuban kelas dan lain-lain.
Dengan pembinaan bakat dan minat peserta didik, maka kita yakin, sepanjang dilakukan dengan benar, maka kedepan kita akan mencetak generasi penerus bangsa menuju Indonesia emas tahun 2045 akan tercapai, setiap peserta didik setelah lepas dari SLTA akan memiliki soft skill yang dapat membawa mereka kedalam dunia kerja.
Sehingga usia produktif 18 tahun dapat tercapai, selama ini kita sering bangga melihat keberhasilan beberapa murid kita yang sukses, tapi kita tidak pernah mendiskusikan berapa banyak yang tidak sukses seperti rekannya, berapa banyak yang menjadi pengangguran sampai dengan usia 25 tahun dan seterusnya, salah satu penyebabnya adalah system pembelajaran yang berfokus kepada guru dan melayani pemebelajaran peseerta didik dengan seragam, bukan kepada kebutuhan siswa, kita memperlakukan mereka sama dalam pembelajaran dan kita “memaksa” mereka untuk ikut dalam pembelajaran/kegiatan yang sama, padahal memereka memilik passion, bakat dan kebutuhan yang berbeda.
Pertanyaan berikutnya apa yang harus dilakukan terkait adanya pembagian kewenangan Pendidikan di daerah, Bidang Dikdas ada di Pemerintah Kabupaten dan Kota sedangkan Bidang Dikmen ada di Pemerintah provinsi?
Jika kita sepakat bahwa Program Merdeka Belajar adalah bagaimana stake holders Pendidikan menemukan bakat dan minat peserta didik dan kemudian melayani kebutuhan mereka, maka perlu adanya sinkronisasi anatar bidang dikdas di kabupaten/kota dengan dikmen yang ada di pemerintah propinsi. Harus dpahami pula bahwa sekolah bukan sekedar belajar tentang materi pelajaran sebagaimana kurikulum yang umum tetapi juga harus mampu melayani kebutuhan siswa terkait bakat dan minat, apakah itu bidang olahraga maupun seni.
Terkait dengan mata pelajaran tentulah tidak menjadi persoalan karena sudah tertata dengan baik dari sekolah dasar, SMP sampai dengan lanjutan tingkat atas. Bagaimana dengan yang terkait dengan minat dan bakat, misalnya bidang olahraga, atlit usia dini itu berdasarkan sport and science dibutuhkan sekitar 6000 jam untuk berlatih dan dibutuhkan sekitar 6 tahun untuk berlatih, anggaplah sejak kelas 7 SMP mereka berlatih sesuai standar dengan pelatih yang berlisensi sampai dengan kelas 9, mereka dilatih sesuai dengan standar nasional, misal sepakbola denga filosofi sepak bola Indonesia, seperti yang ada di SMP 21 PPU dan tujuh cabor lainnya atau Hockey yang ada di SMP 5 PPU, bagaimana setelah lulus dari SMP tersebut.
Jika pada tingkatan Pendidikan berikutnya tidak tersedia layanan seperti itu maka akan sia-sia mereka berlatih selama 3 tahun. Oleh karena itu solusi yang harus ditempu adalah melakukan sinkronisasi program antara kewenangan yang ada di propinsi dengan Kabupaten/ Kota, Pemerintah provinsi harus menyediakan kesempatan pembinaan lanjutan, dengan cara memperhatikan bakal lulusan SMP yang ada dalam zonasinya serta melihat Kembali haasil diagnostic assement sekolah asal.
Kita ketahui bahwa Pemerintah Provinsi dalam rangka berdaulat dibidang olahraga telah tersedia Sekolah Khusus Olahraga Internasional (SKOI) akan tetapi tentu dengan kapasitas yang sangat terbatas, ratusan anak lainnya tidak dapat terfasilitasi sementara mereka juga punya talenta yang sama, maka daerah (PPU) membuka Kelas Khusus Olahraga di berbagaai SMP dengan harapan dapat berprestasi setara denga lulusan SKOI, dan dalam 2 tahun terakhir sudah mampu berkiprah di level propinsi maupun nasional dalam rentang usia 14-15 tahun (kelompok umur) yang murni dididik di Satuan Pendidikan tersebut.
Hal ini sejalan pula dengan kebijakan pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2021 tentang design besar olahraga nasional (DBON) dan Undang-Undang nomor 11 tahun 2022 Tentang Keolahragaan, yang harus mampu menjamin pemerataan kesempatan olahraga, peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi manajemen olahraga secara berkelanjutan untuk menghadapi tantangan sesuai tuntutan dan dinamika perubahan dalam KEOLAHRAGAAN, termasuk perubahan strategis di Lingkungan Internasional.
Keolahragaan dimaksud meliputi olahraga masyarakat, olahraga Pendidikan dan olahraga prestasi yang tentunya harus dibina sejak usia dini, dan tempat berkumpul anak usia dini itu adalah paling banyak di sekolah, generasi ke depan harus diberikan bekal soft skill sehingga mereka sejak usia 18 tahun keatas setamat dari SLTA sudah memikili skill sebagai bekal melanjutkan kehidupannya di masyarakat, tidak menjadi pengangguran diusia produktif dan tidak pula menjadi beban keluarga, bahkan sebaliknya sudah mampu menghidupi dirinya dan bahkan keluarga.
Agar hal in terwujud secara nyata maka perlu duduk bersama antara pemerintah provinsi dengan kabupaten dan kota terkait program lanjutan dan bahkan kurikulum tanpa harus dibatasi oleh kewenangan Pendidikan masing-masing level, dan berpandangan bahwa mereka adalah putra dan putri KALTIM. (log)
















