Penajam, helloborneo.com – Tahukah kamu, saat ini lebih dari 2 dari 10 anak Indonesia mengalami stunting. Stunting adalah salah satu permasalahan gizi yang dapat berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia.
Dalam jangka pendek, stunting dapat menyebabkan gagal tumbuh, hambatan perkembangan kognitif dan motorik, dan tidak optimalnya ukuran fisik tubuh serta gangguan metabolisme. Dalam jangka panjang, stunting dapat menyebabkan penurunan kapasitas intelektual, penurunan angka produktivitas, serta mengakibatkan kerugian ekonomi negara.
Stunting dapat disebabkan oleh pola asuh dan pola makan yang tidak baik akibat praktik pemberian makanan yang tidak sesuai dengan standar kesehatan. Selain itu, perkawinan anak juga turut berkontribusi menyebabkan stunting.
Ada 3 alasan mengapa perkawinan anak dapat menyebabkan stunting. Alasan pertama, kesehatan anak sangat erat kaitannya dengan pendidikan ibu, karena ibu dengan pendidikan yang memadai cenderung akan lebih selektif dan kreatif dalam memberikan makanan yang baik dan bergizi pada anaknya.
Berdasarkan data Bappenas, sebanyak 47,90% perempuan berusia 20-24 tahun putus sekolah karena menikah di bawah 18 tahun. Jika seorang perempuan menikah saat usia anak, kemungkinan terjadinya putus sekolah sangat besar, jika putus sekolah terjadi maka pola asuh terhadap anak cenderung akan menurun kualitasnya.
Alasan kedua, status pekerjaan ayah sangat berpengaruh terhadap kejadian stunting. Jika perkawinan anak terjadi, seorang anak harus berperan menjadi ayah di usia sangat belia, dengan keadaan mental yang masih belum stabil serta pengalaman yang minim, pekerjaan yang didapatkan mungkin berpenghasilan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berdasarkan penelitian, ayah yang memiliki status pekerjaan yang baik dapat meningkatkan kemampuan ekonomi keluarga sehingga keluarga mampu membeli makanan yang bergizi. Jika asupan nutrisi keluarga dapat optimal, peluang terjadinya stunting pada balita dapat menurun.
Alasan ketiga mengapa perkawinan anak dapat menyebabkan stunting adalah karena usia ibu yang kurang dari 20 tahun memiliki risiko sebesar 7,6 kali untuk mengalami stunting. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menjelaskan bahwa kondisi fisik dan gizi ibu sebelum hamil merupakan salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan anak.
Kehamilan kurang dari 20 tahun dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur, berat badan bayi lahir rendah (BBLR), serta perdarahan saat persalinan yang dapat meningkatkan kematian ibu dan bayi. Hal tersebut dapat terjadi karena wanita dengan usia kurang dari 20 tahun secara fisik dan psikologis belum siap mengandung seorang anak. (adv/log)