Jakarta, helloborneo.com – Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) telah disahkan pada Januari 2023. Tujuh bulan berlalu sejak disahkan menjadi undang-undang kini pemerintah sedang menyiapkan aturan turunan UU P2SK tersebut.
Dalam upaya melakukan reformasi sektor keuangan dan sekaligus memperkuat aspek kelembagaan dan otoritas pengawasan keuangan, pemerintah dan DPR pada awal tahun ini mengesahkan UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Aturan ini juga dinilai penting untuk mendorong literasi keuangan dan melindungi investor dan konsumen.
Berbicara dalam acara sosialisasi UU P2SK hari Kamis (3/8), Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengatakan saat ini pemerintah sedang mempersiapkan peraturan perundangan turunan dari UU P2SK. Nantinya peraturan perundangan turunan dari UU P2SK akan meliputi Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Bank Indonesia, dan Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan.
“Ini semua sudah kami mulai sejak ini (UU P2SK) diundangkan. Ini (aturan turunan UU P2SK) kami mengerjakan bersama-sama. Bukan hanya di Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tapi juga bersama stakeholder di seluruh kementerian/lembaga dan melibatkan dari pelaku industri,” kata Febrio dalam acara sosialisasi UU P2SK.
Dalam UU P2SK terdapat 27 bab dan 341 pasal yang terkandung di dalamnya. UU ini akan menggantikan di antaranya 17 Undang-Undang terkait dengan sektor keuangan yang telah cukup lama berlaku bahkan hingga 30 tahun.
UU P2SK diharapkan mampu memajukan kesejahteraan umum dengan melakukan reformasi sektor keuangan Indonesia. Sektor keuangan yang inklusif, dalam, dan stabil merupakan prasyarat utama untuk mempercepat pembangunan perekonomian Indonesia.
“Ini memang banyak sekali amanatnya tapi kami akan kerja lebih efesien. Tahun ini akan dikerjakan cukup banyak. Lalu, juga tahun depan juga cukup banyak,” ujar Febrio.
Seluruh peraturan turunan tersebut akan disusun dalam waktu dua tahun sejak UU P2SK diundangkan.
“Tentunya ada prioritas beberapa yang memang harus dikerjakan tahun ini supaya nanti membangun kepastian di kelembagaan dan pasar sektor keuangan ” ungkap Febrio.
Melihat dari sisi stabilitas dari sektor keuangan dan makro ekonominya, kata Febrio, aturan turunan dari UU P2SK akan memperkuat serta memperjelas peran dari masing-masing lembaga di KSSK mulai dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
“Dari sisi kelembagaan saja itu melakukan reform yang luar biasa. Lalu bagaimana hubungan antar lembaga di dalam KSSK itu juga makin diperkuat dan diperjelas,” ucapnya.
Saat ini Indonesia memiliki tantangan utama di sektor keuangan. Pertama, sektor keuangan Indonesia masih dangkal dibanding negara di ASEAN-5 yakni Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Kedua, reformasi struktural segera dilakukan mengingat sektor keuangan Indonesia masih menghadapi tantangan utama yaitu rendahnya literasi keuangan masyarakat dan ketimpangan akses.
Melindungi Investor dan Konsumen
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal, Arief Wibisono, mengatakan perlindungan terhadap investor dan konsumen menjadi satu aspek yang diperkuat dalam UU P2SK untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan sistem keuangan.
“Sebagai bagian perlindungan kepada pemodal, investor, dan masyarakat UU P2SK mendorong peningkatan literasi, inklusi, inovasi, keuangan, dan penguatan serta pengembangan jumlah kualitas SDM profesi sektor keuangan,” ujarnya.
Menurut Arief literasi dan inklusi keuangan diperlukan agar masyarakat bisa terhindar dari praktik keuangan dan bisnis ilegal.
“Hal ini harus dilakukan semua pihak termasuk otoritas sektor pengawas keuangan dan pemerintah pusat maupun daerah. Literasi keuangan merupakan hal pokok bagi publik untuk mendapatkan manfaat penuh sektor keuangan bagi kesejahteraan masyarakat,” tandasnya.
Sementara anggota DPR RI sekaligus salah satu panitia kerja UU P2SK, Eriko Sotarduga, mendorong agar pemerintah segera membuat aturan turunan dari UU P2SK. “Karena undang-undang ini tanpa peraturan pemerintah tentu akan terbatas untuk bisa berjalan,” katanya.
Pengamat: Melihat Situasi Global, UU P2SK Lebih Bersifat Internal
Pengamat ekonomi dari Universitas Islam Sumatra Utara (UISU), Benjamin Gunawan, mengatakan UU P2SK memang dibutuhkan untuk memperkuat stabilitas sektor keuangan khususnya pengendalian makroprudensial. Namun berkaca dari situasi ekonomi global yang tidak menentu, UU P2SK dinilai lebih bersifat internal memperkuat kerja sama antar lembaga.
“Tapi pemerintah jangan lupa harus membangun koneksi dengan negara lain terkait kemungkinan-kemungkinan gangguan di sektor keuangan contohnya potensi terjadinya pelemahan mata uang rupiah. Kalau seandainya kita tidak membangun koneksi ke negara-negara yang punya perjanjian bilateral swap agreement,” katanya.
Kemudian, UU P2SK dan peraturan turunannya juga dinilai masih belum begitu kuat untuk menghadapi tantangan ekonomi ke depannya.
“Jadi memang stabilitas yang mau diciptakan dari sektor keuangan tidak terlepas dari bagaimana pemerintah membangun relasi dan komunikasi terhadap negara lain. Seiring tekanan yang bisa saja memburuk di masa mendatang khususnya terkait kinerja mata uang rupiah. Ini yang perlu diwaspadai sebenarnya,” pungkas Benjamin. (voaindonesia/log)