Rapal JKN/N Sya
Tana Paser, helloborneo.com – Lagi-lagi masalah pelayanan medis sebuah Rumah Sakit menjadi perdebatan. Seorang bayi berusia empat hari meninggal dunia setelah memperoleh perawatan di RSUD Panglima Sebaya, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Jumat (15/1) lalu. Karena tak mendapatkan penjelasan, Senin (18/1) kemarin sekeluarga datang ke DPRD Paser untuk curhat. Atas lambatnya pelayanan di RSUD Panglima Sebaya.
Nur Afifah Akila, merupakan anak pertama dari pasangan Miswar dan Faridah (18) warga Desa Jone. Sebelumnya korban di rawat di RSUD Panglima Sebaya sejak Kamis jam 09.00 wita (14/1), hingga dinyatakan meninggal pada Jumat pukul 02.30 wita (15/1).
Menurut Nenek korban, Mariam (56), Akila dibawa kerumah sakit karena mengalami batuk-batuk yang kemungkinan akibat tersedak air asi Ibunya. “Ini anak pertama jadi mungkin ibunya masih bingung pas menyusui, kemungkinan karena tersedak air susu ibunya,” ungkap Mariam.
Pihak keluarga yang merasa tidak terima dengan meninggalnya anak dan cucu pertama mereka, ingin meneruskan ke jalur hukum. Tetapi dalam usahanya menghubungi pengacara, mereka diminta untuk memikirkan kembali tuntutan tersebut, dikarenakan beratnya jalur hukum melawan sebuah instansi pemerintah.
Menurut Mariam, setelah korban masuk ruang perawatan anak dan diberi oksigen serta cairan infus, korban mulai mengalami kemajuan. Kemudian pihak rumah sakit memindahkan korban ke ruang lainnya. Sehingga kedua orangtua korban dapat memantau dari dekat.
“Setelah dipindahkan Akila mulai membaik, di ruangan itu cuma orangtua yang boleh masuk tetapi bergantian,” papar Mariam.
Malamnya sekitar jam 11.00 wita, Ibu korban terbangun dari tidurnya dan melihat infus yang terpasang di tangan anaknya terlepas. Faridah kebingungan mencari perawat tetapi tidak ada satu pun perawat yang berjaga di ruang tersebut.
“Tidak ada perawat yang berjaga di ruang itu, ada satu perawat yang tertidur,” ucap Faridah. “Saat perawat datang mereka bilang “nggak apa-apa, cuma lepas infus aja,” lanjut Faridah.
“Ini anak umur 4 hari, seharusnya mendapat perhatian ekstra, tetapi banyak perawat yang tidak menjaga, padahal banyak anak-anak lain yang sakit,” ucap Mariam.
Sekira jam 12.00 wita, Ibu korban kembali melihat anaknya dan melihat darah yang keluar dari mulut dan hidungnya. Ia sangat ketakutan dan menangis melihat kondisi anaknya yang semakin parah. Perawat yang datang mengatakan hal yang sama, “tidak apa-apa, hanya pendarahan sedikit”.
Dini hari sekitar jam 02.30, Miswar dan Faridah mendapat kabar bahwa anaknya telah meninggal dunia. Tidak ada penjelasan terperinci dari penyebab meninggalnya Nur Afifah Akila. Bahkan Rekam Medis pun tidak diberikan pihak rumah sakit.
“Setelah meninggal kami menanyakan rekam medisnya, tetapi rumah sakitnya ga ada masih kosong belum di isi dokternya,” kembali Mariam,nenek korban menjelaskan.
“Dari awal tidak ada pemeriksaan langsung dari dokter anak, hanya ada dokter-dokter muda yang menangani,” lanjut Mariam. Keluarga korban tidak menuntut apapun dari pihak rumah sakit, mereka hanya berharap pelayanan di rumah sakit tersebut dapat lebih ditingkatkan.
Harus ada sebuah perubahan di dalam RSUD Panglima Sebaya, agar kedepannya tidak terjadi lagi kejadian seperti yang di rasakan keluarga Mariam, Miswar dan Faridah.
“Kalau bisa oknum-oknum yang teledor itu bisa ditangkap dan diberi arahan. Kami berharap kejadian seperti ini tidak terjadi lagi. Dokter-dokter dan perawatnya lebih baik lagi,” ucap Mariam. (rol)