Penurunan Produksi, 10 Ribu Karyawan Perusahaan Batu Bara di Berau Terancam di PHK

Berau, helloborneo.com – Terus merosotnya harga komoditas di sektor pertambangan menempatkan Berau di bawah ancaman besar, berdasarkan laporan perekonomian Kaltim yang disiarkan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim beberapa waktu lalu. Pada triwulan II/2002 hampir 60 persen dari angka negatif tersebut merupakan andil sektor pertambangan dan penggalian.

Kabupaten dan kota yang menggantungkan ekonominya kepada sektor ini pun dalam ancaman serius. Dalam dua dasawarsa terakhir, roda perekonomian di kabupaten paling utara di Kaltim ini digerakkan sektor pertambangan batu bara.

Kebergantungan Berau tersebut tercatat melalui BPS Berau. Pada 2019, sumbangsih sektor tersebut kepada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai 60,93 persen (menurut harga berlaku).

Struktur ekonomi seperti ini sudah berlaku di Berau bertahun-tahun lamanya. Pada 2018, misalnya, kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDRB sebesar 61,56 persen, lalu 62,42 persen ditahun 2017, mencapai 60,13 persen pada 2016, dan mencapai 61,31 persen pada 2015 silam.

Wakil Bupati Berau, Agus Tantomo menuturkan salah satu penyebab anjloknya pertumbuhan ekonomi di Berau karena perusahaan pertambangan mulai menurunkan produksi.

“Kami memahami situasi ini. Perusahaan tentu berupaya untuk bertahan. Masalahnya, situasi sekarang memang sulit,” terang Agus kepada helloborneo.com pada Minggu, (9/08/2020).

Tekanan kepada bisnis pertambangan batu bara disebabkan turunnya permintaan dari dua pasar ekspor utama yaitu Tiongkok dan India.

Tiongkok adalah pasar dari 33 persen ekspor batu bara Kaltim pada 2019. Sementara India, pangsanya sebesar 26,79 persen sebagaimana Laporan Perekonomian Kaltim 2019 yang disiarkan Bank Indonesia.

Sepinya permintaan disebabkan pembangkit listrik di India dan Tiongkok belum pulih karena pandemi. Kedua negara itu juga lebih memprioritaskan batu bara domestik ketimbang mengimpor. Pasokan batu bara di pasar dunia pun berlimpah yang mengakibatkan harga komoditas ini semakin tertekan.

Agus mengatakan saat ini PT Berau Coal salah satu pengekspor batu bara terbesar di Indonesia berpotensi menghentikan sementara dan menurunkan volume produksi hingga 50 persen di beberapa pit tambang.

Kemungkinan menghentikan sementara dan menurunkan volume kerja di beberapa pit tambang bisa menyebabkan kelebihan alat produksi dan tenaga kerja. Perusahaan atau kontraktor mitra bakal merumahkan sebagian karyawan bahkan PHK.

“Pemerintah mau tidak mau harus menyelamatkan perusahaan. Kalau (Berau Coal) sampai kolaps, banyak masyarakat dirugikan. Contohnya, karyawan PT Berau Coal sekitar 20 ribu orang, Kalau PHK setengah saja, berarti 10 ribu orang. Itu pun masih lebih baik daripada kolaps karena bisa 20 ribu orang yang di-PHK,” ungkapnya serius.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau, Junaidi, mengatakan bahwa sesuai disposisi kepala daerah, akan menyosialisasikan hal tersebut kepada masyarakat.

Mengenai kebijakan efisiensi PT Berau Coal yang diperkirakan diikuti kontraktor dan subkontraktor, Disnakertrans menyarankan agar karyawan tetap produktivitas atau terus memperbaiki performa bekerja. Karyawan yang bekerja dengan baik bisa terhindar dari efisiensi tersebut.

“Kami juga menyarankan kepada perusahaan agar tenaga kerja lokal dengan kinerja yang bagus bisa dipertahankan,” terangnya selepas rapat di Kantor DPRD Berau, beberapa waktu lalu. (kk/sop/tan)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.