Sektor Pertambangan Ambruk, UMKM Diharapkan Jadi Penopang Ekonomi Berau

Berau, helloborneo.com – Tidak dapat dipungkiri kebergantungan Berau, termasuk sejumlah daerah di Kaltim, terhadap batu bara cukup tinggi. Menurut pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman, Hairul Anwar saat ini Kaltim sangat terpukul karena fondasi ekonomi bergantung hanya kepada satu komoditas.

“Pandemi Covid-19 hanya pemicu negatifnya pertumbuhan ekonomi, bukan penyebab utama. Kita terlalu nyaman dengan menggali dan menjual batu bara saja. Kaltim belum memiliki industri hilir dari sumber daya alam tersebut hingga sekarang. Padahal, kita sudah membicarakan transformasi ekonomi ini lebih dari 10 tahun lalu,” tegas Hairul, Minggu (9/08/2020).

Hairul mengingatkan, bisnis batu bara sangat rentan terguncang karena terhubung langsung dengan pasar global.

“Sederhananya begini, jika PHK besar-besaran terjadi, daya beli eks-karyawan tambang berikut usaha ikutan seperti jasa transportasi dan boga yang melayani sektor pertambangan akan menurun,” jelas Hairul.

Menurunnya daya beli dari buruh dan karyawan pasti berdampak langsung kepada sektor swasta seperti usaha mikro, kecil, menengah. Swasta besar dan UMKM akan ikut menurunkan produksi.

“Itu berarti, sektor swasta di luar pertambangan juga terdampak karena harus mengurangi karyawan,” tutupnya.

Kebergantungan yang tinggi itu diakui Wakil Bupati Agus Tamtomo. Pemerintah Kabupaten Berau seharusnya mendorong sektor yang lain jika kondisi seperti sekarang tiba dengan mengandalkan sektor yang lain sebagai penopang ekonomi.

Belum lagi, kata Agus Tamtomo, sekitar 60 persen pendapatan daerah di dalam APBD Berau berasal dari royalty batu bara. Penurunan kinerja industri pertambangan diprediksi berdampak kepada besaran APBD Berau karena sektor lain belum mampu menopang ekonomi daerah.

Hal senada diungkapkan oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Berau, Fitrial Noor. Ia mengaku kondisi perekonomian Berau saat ini memang masih terjaga. Kendati Berau memiliki banyak UMKM sebagai benteng perekonomian namun demikian, ancaman dari melorotnya kinerja sektor pertambangan tidak boleh diabaikan.

“Bila kelesuan sektor pertambangan menimbulkan PHK massal, sudah tentu UMKM mengalami penurunan omzet. Jika dikatakan terganggu, UMKM pasti tetap merasakan dampaknya,” kata Fitrial.

Ia berharap pemerintah membantu sektor swasta melalui kebijakan relaksasi maupun penambahan modal kepada UMKM. Menurutnya, ketika sektor pertambangan ambruk, UMKM masih bisa diharapkan sebagai benteng perekonomian.

Menanggapi hal tersebut Ketua DPRD Berau, Madri Pani, mengingatkan hal yang sama. Perusahaan harus memiliki alasan yang jelas dan tepat supaya bisa dipahami masyarakat.

“Jangan sampai kebijakan perusahaan tidak berlandaskan alasan yang kuat. Kecuali penyetopan tambang secara keseluruhan. Perlu dievaluasi dan harus dipresentasikan alasan tersebut agar tak menimbulkan gejolak,” pintanya. (kk/sop/tan)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.