Samarinda, helloborneo.com – Perguruan tinggi terbesar di Kaltim Universitas Mulawarman mengalami tren negatif penurunan peringkat dalam empat tahun terakhir. Dalam klasterisasi perguruan tinggi nonvokasi, posisinya terpental menempati urutan ke-103, melorot 15 baris dari tahun sebelumnya di posisi 88.
Berdasarkan pengumuman dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pada 2016, universitas yang berkedudukan di Samarinda ini masih bercokol di posisi 48. Pada 2017 melorot ke urutan 52. Turun lagi ke peringkat 65 tahun 2018. Anjlok ke posisi 88 di tahun 2019 dan terpental ke peringkat 103 pada 2020 ini dan tetap berada di klaster ketiga.
Sementara, tiga dari 15 perguruan tinggi terbaik yang menghuni klaster 1 masih didominasi kampus ternama Indonesia. Posisi pertama yakni Institut Pertanian Bogor. Di urutan kedua, Universitas Indonesia dan ketiga Universitas Gadjah Mada.
Pengumuman anjloknya peringkat ini mengejutkan Rektorat Unmul. Terlebih, mereka memasang target naik tipis beberapa baris tahun ini. Mereka cukup percaya diri dengan lampiran sejumlah data kemajuan universitas yang diunggah sebagai bahan penilaian. Mulai pengukuhan 10 guru besar baru tahun lalu, peringkat penerbitan jurnal sampai beberapa program studi yang naik kelas berakreditasi A.
Wakil Rektor II Bidang Akademik Prof Mustofa Agung Sardjono menjelaskan bahwa Rektor Unmul Prof Masjaya memerintahkan rapat evaluasi membedah satu per satu kelemahan selama dua hari ke depan. Tujuannya mengetahui duduk perkara memetakan kelemahan dan kekurangan Unmul dalam penilaian tahunan ini.
Rektorat mengidentifikasi kelemahan dan kekurangan berpedoman pada empat aspek utama penilaian klasterisasi tahun 2020 ini. Pertama mutu sumberdaya manusia dan mahasiswa, pengelolaan kelembagaan perguruan tinggi. Capaian kinerja jangka pendek yang dicapai oleh perguruan tinggi dan terakhir, capaian kinerja jangka panjang perguruan tinggi.
Beberapa kelemahan Unmul dalam bidang akademik telah diidentifikasi. Pertama, masih banyaknya penelitian dosen yang belum terindeks nasional maupun internasional di jurnal science and technology index (SINTA). Dari banyaknya hasil penelitian tadi, akan dilihat sejauh mana bisa direalisasikan dalam produk inovatif dan tepat guna. Catatannya, dari 1.100 dosen di Unmul, baru 600 orang saja yang penelitiannya terdaftar di jurnal itu.
“Banyak mereka punya tulisan, tapi belum terunggah. Itu juga harus kita lihat, apakah data tak tersedia atau data tak dapat diakases. Apakah kita tak punya prestasi atau data itu tak diungah. Itu juga harus kita lihat,” kata Prof Mustofa kepada helloborneo.com, Rabu (18 /8/2020) lalu.
Selanjutnya, belum adanya program studi berstandar internasional. Termasuk minimnya mahasiswa asing yang memiliki terdaftar di Unmul. Minimal ditunjukkan oleh kartu tanda mahasiswa.
Meskipun telah memaparkan sederet indikasi kelemahan itu, Prof Mustofa tetap menegaskan butuh penilaian bersama semua pihak dari berbagai unit kerja di Unmul. Dia mengakui, ada faktor lain penyebab melorotnya hasil pemeringkatan Unmul. Yakni, bertambahnya kriteria penilaian tiap tahunnya.
“Ini akan kita evaluasi bersama. Supaya tidak saling menyalahkan sehingga jadi perbaikan dan upaya keseriusan ke depan,” ucapnya.
Selain faktor internal, ada juga persoalan ekternal pemicu turunnya peringkat Unmul. Diakuinya, sejak adanya pemeringkatan ini, universitas lain berlomba-lomba mengejar dan membenahi berbagai aspek utama dan penunjang perkuliahan.
“Universitas lain lebih kencang larinya. Kita belum bisa bicara banyak karena belum evaluasi. Dari sisi kemajuan internal ketimbang universitas lain, kita kalah cepat,” kata Mustofa. (sop/hb)