MF Annur
Samarinda, helloborneo.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Kota Samarinda, Joha Fajal merespon tegas tindak pidana korupsi yang dilakukan oknum Lurah Sungai Kapih melalui pungutan liar (pungli) hingga Rp600 juta.
“Jika dalam kasus pungli, maka semua pihak punya kewajiban yang sama dalam pengawasan untuk meminimalisir kejadian itu terulang kembali,” ujar Joha Fajal ketika ditemui helloborneo.com di Samarinda, Kamis.
Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda tersebut juga mengajak masyarakat untuk melaporkan jika terjadi pungutan liar dalam pelayanan publik.
Kepada seluruh elemen masyarakat agar lebih waspada lanjut ia, jangan sampai program pemerintah yang diperuntukkan mempermudah rakyat malah menjadi lahan untuk menguntungkan diri sendiri oleh oknum tidak bertanggung jawab.
“Semua harus mengawasi, termasuk masyarakat harus melakukan pengawasan, cuman susahnya masyarakat terkadang karena tidak ingin repot jadi akhirnya sama-sama setuju, jadi masyarakat juga harus paham kalau memang tidak ada mengeluarkan biaya maka tidak perlu,” ucapnya.
Kasus tersebut terungkap lantaran, oknum lurah yang terlibat meminta sejumlah uang dalam pengurusan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) dengan tarif Rp1,5 juta per kapling.
“Jika pemilik tanah memberikan minum atau konsumsi secara sukarela beda ceritanya, tetapi kalau dipatok biaya tertentu maka salahnya di situ,” tegas Joha Fajal.
Oknum lurah tersebut telah diberhentikan dari status kepegawaian dan ASN (aparatur sipil negara) oleh Pemerintah Kota Samarinda selama pelaku menjalani masa hukuman.
Joha Fajal mencurigai, jika kasus serupa tidak hanya terjadi di satu tempat saja, sebab dirinya pernah mendampingi proses PTSL di wilayah Palaran serta menyampaikan untuk menghindari pungli dalam proses pelayanan publik apapun.
“Bisa jadi di tempat lain juga, saya pernah mendengar hal serupa, dalam beberapa kesempatan juga saya pernah mesosialisasikan agar tidak menerima pungli, meskipun dalam jumlah kecil,” ucapnya. (bp/tan)