Tun MZ
Myanmar, helloborneo.com – Pengadilan junta miliar Myanmar, Jumat (12/11), memvonis jurnalis Amerika Serikat (AS), Danny Fenster, dengan hukuman 11 tahun tahun penjara, kata pengacara dan atasannya. Putusan tersebut menjadi pukulan bagi AS yang tengah berupaya untuk membebaskannya.
Fenster, 37 tahun, redaktur pelaksana majalah online Frontier Myanmar, dinyatakan bersalah atas tuduhan hasutan dan pelanggaran undang-undang imigrasi dan asosiasi yang melanggar hukum, kata majalahnya. Hukuman itu merupakan “vonis yang paling keras menurut hukum.”
Reuters, Jumat (12/11), melaporkan Fenster adalah jurnalis Barat pertama yang dipenjara di Myanmar dalam beberapa tahun terakhir. Aksi junta militer yang melakukan kudeta terhadap pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi 1 Februari mengakhiri satu dekade langkah negara itu dalam menuju demokrasi yang disambut dengan protes berskala nasional.
“Sama sekali tidak ada dasar untuk menghukum Danny atas tuduhan ini,” kata Thomas Kean, Pemimpin Redaksi FrontierMyanmar, salah satu outlet berita independen terkemuka negara itu.
“Semua orang di Frontier kecewa dan frustrasi dengan keputusan ini. Kami hanya ingin Danny dibebaskan secepat mungkin sehingga dia bisa pulang ke keluarganya.”
Fenster ditangkap ketika mencoba meninggalkan negara itu pada Mei dan sejak itu ditahan di penjara Insein Yangon yang terkenal kejam.
Keluarganya telah berulang kali meminta ia dibebaskan.
Dia mendapatkan dakwaan tambahan yang lebih serius pada awal minggu ini di mana ia didakwa atas tuduhan penghasutan dan pelanggaran terorisme tambahan, tanpa penjelasan oleh pihak berwenang. Tuduhan-tuduhan itu masing-masing membawa ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Sejak kudeta pada Februari, pihak militer telah mencabut izin media, memberlakukan pembatasan di internet dan siaran satelit dan menangkap lusinan wartawan. Kelompok hak asasi manusia menyebutkan aksi ini sebagai serangan terhadap kebenaran.
PBB mengutip data dari para aktivis yang mengatakan lebih dari 1.200 warga sipil telah tewas dalam aksi demonstrasi menentang kudeta dan ribuan orang ditahan sejak Februari lalu.
“Banyak hal yang salah di negara ini,” cuit Sonny Swe, seorang jurnalis dan penerbit yang dipenjara di bawah era kekuasaan militer sebelumnya, di Twitter. (voa/tan)