KPK Tetapkan Bupati Hulu Sungai Utara Tersangka Gratifikasi-Suap

Joko Sugiarto

Amuntai, helloborneo.com – Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menetapkan Bupati Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Abdul Wahid menjadi tersangka gratifikasi dan suap.

“Berdasarkan bukti yang cukup KPK telah menemukan suatu tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh saudara AW Bupati Hulu Sungai Utara periode 2012 sampai 2022,” jelas Firli Bahuri dalam keterangan pers tertulis yang diterima helloborneo.com, Jumat.

KPK bekerja keras mengumpulkan berbagai informasi dan data serta keterangan mengenai dugaan tindak pidana korupsi. KPK juga menyampaikan yang terjadi dalam pengadaan barang jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Sehingga dengan kerja keras rekan-rekan penyidik dan segenap pihak KPK telah menindaklanjuti dan kemudian menemukan bukti yang cukup.

Pada 15 September 2021 di Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan KPK telah melakukan tangkap tangan dan menetapkan beberapa tersangka antara lain PLT Kepala dinas PU pada dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara, MRH CV Hanamas dan FH swasta direktur CV Kalpataru.

Adapun tersangka selaku Bupati Hulu Sungai Utara untuk dua periode, periode pertama 2012 dan periode kedua 2017-2022, pada awal 2016 menunjukkan tersangka AW menuju MK sebagai PLT Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara dan penyerahan uang oleh MK untuk menduduki jabatan tersebut, karena sebelumnya telah ada permintaan oleh tersangka.

Selanjutnya penerimaan uang oleh saudara AW dilakukan di rumah MK pada sekitar Desember 2016 yang diserahkan langsung oleh MK melalui ajudan tersangka AW.

pada awal 2021 MK menemui tersangka AW di rumah dinas jabatan Bupati, untuk melaporkan closing paket pekerjaan lelang pada bidang sumber daya air Dinas PUPR hulu sungai utara tahun 2021.

Dalam dokumen laporan paket pekerjaan tersebut MK yang telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek di Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Selanjutnya tersangka AW menyetujui paket pekerjaan ini dengan syarat adanya pemberian atau fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee yaitu 10 persen untuk tersangka AW dan 5 persen untuk MK.

“Ada pemberian fee yang antara lain itu diterima oleh tersangka melalui MK yaitu dari MRH dan FH dengan jumlah yang didapatkan kurang lebih Rp500 juta,” jelas Firli Bahuri.

Selain itu melalui perantara MK tersangka AW juga diduga menerima komitmen fee dari beberapa proyek lainnya melalui beberapa perantara pihak Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu, pada 2019 AW menerima Rp4,6 miliar, 2020 menerima Rp12 miliar, dan pada 2021 dari delapan 8 sekitar Rp1,8 miliar.

Selama proses penyidikan berlangsung tim penyidik KPK telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus melakukan penghitungan.

Atas perbuata AW disangkakan melanggar pasal 12 A atau huruf 12 B atau pasal 11 atau pasal 12b UU Nomor 31 Tahun 1997 sebagaimana diubah Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP junto pasal 64 KUHP junto pasal 65 KUHP karena perbuatan berlangsung dan berlanjut.

Agar proses penyidikan lancar maka tersangka saudara AW dilakukan penahanan 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 18 November sampai 7 Desember 2021 dengan penempatan di ruang tunggu di rumah tahanan negara KPK pada gedung merah putih.

“Sebagai antisipasi karena memang masih pandemi yang kita masih menjadi perhatian kita bersama, maka tersangka akan melaksanakan isolasi mandiri selama 14 hari pada rutan,” ucapnya.

“Jadi kami minta para kepala daerah merupakan pilihan rakyat jangan khianati amanah rakyat dan jangan pernah melakukan korupsi karena kalau anda melakukan korupsi pastilah akan dimintakan pertanggungjawaban sebagaimana ketentuan undang-undang dan pasti kita akan ungkap perbuatan tindak pidana korupsi,” kata dia.

“Pada suatu proyek pembangunan tentu kita mengetahui akibat perbuatan korupsi maka tentulah akan berpengaruh terhadap kualitas daripada barang dan jasa atau pekerjaan yang dikerjakan dan tentu pula akan merugikan keuangan negara dan juga akan merugikan kepentingan masyarakat luas,”  Firli Bahuri menimpali lagi. (bp/tan)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.