TB Sihombing

Paser, helloborneo.com – Pro kontra Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atau Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi masih menjadi pembahasan hingga Kabupaten Paser.
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Muhammadiyah Tanah Grogot, Arrahman, saat dimintai tanggapan mengenai hal tersebut, dan dengan jawaban serius berada barisan kontra atau menolak.
“Jika terjadi hubungan badan asal ada persetujuan kedua belah pihak meskipun belum pernikahan tentu saja melegalkan zina,” kata Arrahman.
Ia menyatakan, Muhammadiyah, sudah menyatakan sikap menolak Permendikbud itu.
“Selaku institusi dibawah Muhammadiyah tentu saja. Kami akan mengikuti instruksi tersebut,” ungkap Rahman sapaan akrabnya.
Walau begitu, Rahman belum membicarakan sikap tersebut bersama internal kampus mengenai peraturan yang diteken Mendikbudristek, Nadiem Makarim, pada 31 Agustus 2021 lalu itu.
“Ada dua yang mesti diikuti oleh kampus disini. Yakni dari pusat Muhammadiyah dan juga Kopertis Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI),” terangnya.
Di sisi lain, kerancuan dianggap terjadi dalam pasal 7, yang turut membatasi pertemuan dengan antara pendidik dengan mahasiswa secara individu di luar area kampus, tanpa ada persetujuan kepala prodi atau jurusan.
“Ini juga turut mengganggu otonomi kampus. Apalagi kampus selalu memberikan bimbingan di luar jam operasional belajar,” jelasnya.
Dikatakan dia, aturan pembatasan tersebut sangat sulit diterima di institusi perguruan tinggi.
“Kalaupun itu terjadi. Sungguh tidak masuk akal. Hanya saja kekurangan kita yang berada di pelosok daerah pihak penentu kebijakan sangat sulit,” ujarnya. (tan)