Jakarta, helloborneo.com – PT Pertamina, Selasa (25/7), mengatakan anak perusahaan yang bergerak di sektor hulu, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) menggandeng perusahaan energi Malaysia, Petroliam Nasional (Petronas) untuk mengakuisisi 35% saham perusahaan Inggris Shell senilai $650 juta atau Rp9,37 triliun, ujar Presiden Direktur Pertamina Nicke Widyawati.
Penandatangan kesepakatan tersebut dilakukan pada Selasa (25/7).
“Kemampuan dan keandalan PHE yang menjadi bukti kuat bahwa Pertamina selaku BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dapat membangun kerja sama dengan partner global. Ke depannya Pertamina berharap dapat melakukan kerja sama strategis pengembangan bisnis dan potensi lainnya di masa mendatang,” kata Nicke Widyawati usai penandatanganan kesepakatan dalam acara pembukaan Konvensi Indonesia Petroleum Association (IPA).
Dalam kesepakatan tersebut PHE akan menggenggam 20% dari kepemilikan tersebut dan 15% akan dikelola oleh Petronas Masela. Shell, dalam keterangan pers terpisah, mengatakan konsorsium Pertamina dan Petronas akan membayar $325 juta secara tunai dan sisanya akan dibayar bila proyek pembangunan fasilitas gas alam cair, Proyek Abadi, sudah mencapai Keputusan Investasi Akhir (Final Investment Decision/FID).
Perusahaan migas Jepang, Inpex, memegang 65% kepemilikan di Blok Masela dan merupakan operator proyek yang masuk dalam Proyek Strategi Nasional. Pengembangan Blok Masela termasuk pembangunan kilang gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) yang diperkirakan akan menghasilkan sekitar 9,5 juta ton LNG per tahun dan sekitar 35 ribu barel kondensat per hari.
Nicke mengatakan Pertamina berharap FID sudah ditentukan pada 2026 agar bisa mulai pembangunan dan mulai mengalirkan migas (onstream) pada 2029.
“Jadi itu merupakan tantangan luar biasa karena kalau diliat INPEX dan Shell, mereka menargetkan pada 2031-2032. Kita melakukan upaya bersama dengan INPEX, Petronas, dan juga pemerintah untuk melakukan effort terbaik untuk mengakselerasi project ini hingga bisa dimanfaatkan untuk gas dalam negeri,” kata Nicke kepada para wartawan.
Selain fasilitas produksi LNG, Proyek Abadi juga akan dilengkapi fasilitas untuk menangkap emisi karbon dioksida dari kegiatan pengeboran migas dan produksi LNG.
Dalam hal tenaga kerja, Nicke menambahkan, Proyek Abadi Blok Masela berpotensi menyerap hingga 10.000 tenaga kerja sehingga dapat membantu pengembangan ekonomi wilayah Indonesia Timur.
Proyek IDD Beralih ke ENI
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengumumkan perusahas migas Amerika Serikat, Chevron, menandatangani kesepakatan untuk mengalihkan kepemilikan di proyek Indonesian Deepwater Development (IDD) kepada ENI, perusahaan migas Italia.
Proyek IDD adalah proyek eksplorasi gas yang terdiri beberapa lapangan gas laut dalam di Cekungan Kutai, Kalimantan Timur.
Menurut Arifin, transfer kepemilikan IDD dari Chevron kepada ENI menjadi penting karena proyek IDD diharapkan akan meningkatkan produksi gas di Indonesia menjadi 12.000 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) pada 2030.
“Saya mengucapkan selamat kepada Chevron dan ENI untuk penandatanganan transfer kepemilikan Indonesian Deepwater Development (IDD). Saya berharap peristiwa ini bisa menjadi momentum baik untuk meningkatkan bisnis minyak dan gas bumi di Indonesia,” kata Arifin dalam konferensi pers daring.
Pembangunan IDD sudah dimulai dengan produksi di Lapangan Bangka pada 16 Agustus 2016 dan tahap pembangunan berikutnya adalah pengembangan Hub Gendalo dan Hub Gehem.
Sebagai operator baru IDD, ENI diharapkan akan meneruskan pengembangan IDD ke tahap selanjutnya.
“Saya berharap ENI bisa mengembankan investasi pada kegiatan minyak dan gas di Indonesia, terutama di wilayah Timur,” pungkas Arifin.
Arifin juga mengucapkan penghargaannya kepada Chevron yang sudah memberikan kontribusi signifikan pada bisnis migas selama beroperasi lebih dari 90 tahun di Indonesia. (voaindonesia/log)