Komisi I DPRD Kaltim Perjuangkan Botor Buyang dengan Studi Komparatif ke Bali

Studi komparatif Komisi I DPRD Kaltim ke DPRD Bali. (Ist)
Studi komparatif Komisi I DPRD Kaltim ke DPRD Bali. (Ist)

Bali, helloborneo.com – Masyarakat adat dayak Kalimantan Timur memperjuangkan eksistensi Botor Buyang sebagai bagian dari ritual adat yang merupakan warisan turun-temurun dari para leluhur.

Difasilitasi Komisi I yang ketika itu menggelar pertemuan dengan Polda Kaltim dan instansi terkait mulai dari tingkat Kabupaten Kutai Kartanegara hingga provinsi Kalimantan Timur akan tetapi belum menemukan titik temu.

Dalam rangka guna mendapatkan perbandingan dari aspek legalitas maka Komisi I DPRD Kaltim melakukan studi komparatif ke Provinsi Bali.

Dipilihnya Bali, dikatakan Ketua Komisi I Baharuddin Demmu karena merupakan daerah yang dinilai menjaga dan melestarikan adat dan budaya.

“Masing-masing daerah tentu memiliki kekhasan dan keunikannya termasuk adat dan budaya, ini yang mau kita gali,” sebut Baharuddin Demmu didampingi Harun Al Rasyid, Rima Hartati, dan Herliana Yanti saat berkunjung ke DPRD Provinsi Bali.

“Kita mau lihat, apakah di Bali ada upacara ritual yang sama seperti Botor Buyang. Kemudian kalau memang ada bagaimana dari aspek legalitasnya,” tambahnya.

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Prof Dr I Gede Arya Sugiartha menuturkan di Bali ada ritual adat yang bernama Tabuh Rah.

Untuk diketahui, Tabuh Rah sendiri ritual pengorbanan suci yang dilakukan secara tulus ikhlas kepada Para Bhuta Kala.

Upacara Tabuh Rah biasanya dilakukan dalam bentuk adu ayam. Hal itu dilaksanakan sampai salah satu ayam meneteskan darah ke tanah. Darah yang menetes ke tanah dianggap sebagai yadnya yang dipersembahkan kepada Bhuta Kala.

Gede Arya Sugiartha meneruskan ada dua yang membedakan Tabuh Rah dengan Tajen, kendati dalam prakteknya terlihat sama adu ayam akan tetapi Tabuh Rah tidak ada unsur judi, sedangkan Tajen sebaliknya.

Hal lain yang menjadi prinsip yang membedakan keduanya yakni, Tabuh Rah lahir dari ritual adat yang sakral sedangkan Tajen merupakan tradisi.

“Yang diatur dalam Peraturan Daerah Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali adalah Tabuh Rah sedangkan Tajen tidak diatur Perda,” sebutnya.

Berikut sejumlah Perda yang mengatur tentang adat dan budaya di BALI, Perda Nomor 4/2014 tentang Pelestarian Warisan Budaya Bali, Perda Nomor 1/2019 tentang Penyelenggaraan Atraksi Budaya, Perda Nomor 4/2019 tentang Desa Adat Bali, Perda Nomor 4/2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali, dan Perda Nomor 4/2022 tentang Pedoman, Mekanisme, dan Pendirian Baga Utsaha Padruwen Desa Adat. (adv/hms/log)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.