Cak Ris
Paser, helloborneo.com – Kabar masih ada oknum pabrik pengolahan sawit yang bermain nakal dengan mengenakan harga di bawah ketentuan yang ditetapkan Tim Penetapan Harga Tandan Buah Segar (TBS) Dinas Perkebunan Kaltim yang telah di SK-kan Gubernur mendapat respon anggota Komisi III DPRD Paser.
Lim Eddy Hartono, akhirnya bersuara lantang terkait adanya keluhan petani sawit yang mengaku harga TBS miliknya hanya dibeli pabrik dengan harga Rp 1440 hingga Rp 1470 meski umur pohon sawit milik petani sudah lebih 6 tahun.
Padahal, sesuai ketetapan harga dari tim penetapan harga TBS Disbun Kaltim, harga TBS kelapa sawit periode Mei 2015 umur tiga tahun dipatok Rp 1.379,04, umur empat tahun Rp 1.408,00, umur lima tahun Rp 1.437,73 dan umur enam tahun Rp 1.474,88.
Umur tujuh tahun dihargai Rp 1.489,30, umur delapan tahun Rp 1.525,25, umur sembilan tahun Rp 1.560,16 dan umur sepuluh hingga dua puluh lima tahun Rp 1.572,82.
Politisi Gerindra itu menuding ada kelonggaran pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan perkebunan (Distanbun) Paser.
“Harusnya Distanbun lebih ketat melakukan kontrol dan pengawasan. Karena mayoritas masyarakat Paser bergantung dari berkebun sawit,” kata Ahie, sapaan akrab Lim Eddy sembari berharap ada pengawasan serius kepada kebijakan perusahaan pengolah sawit.
Sementara itu, Kepala Distanbun Paser Abdul Rasyid mengaku tak terusik dengan kritikan terkait kelonggaran pengawasan dari dinasnya sehingga terjadi prkatik pabrik nakal yang membeli harga TBS petani di bawah harga ketentuan pemerintah.
“Persoalan harga TBS di Paser sudah berbeda dengan daerah lain di Kaltim. Di Paser harga TBS kerap berubah. Tak sesuai dengan ketentuan dari pemerintah,” kata Abdul Rasyid.
Disebutkan, jika ada keluhan terkait adanya pabrik pengolahan sawit yang membeli TBS dengan harga di bawah harga ketetapan dari pemerintah, menurutnya bukan sesuatu yang baru.
“Di Paser ada istilah loading-loading (pengepul TBS, Red.) yang di tempat lain tidak ada. Ini yang bisa membuat harga berbeda. Pertanyaannya apakah kita menghapus loading-loading milik petani? Kan tidak bisa?,” tambah dia.
Yang paling utama, kata dia, pemasaran buah sawit milik petani bisa terserap maksimal. Tak seperti dulu. “Kalau sekarang berbeda, petani mau jual cash ada mau masuk ke pabrik juga bisa. Dan yang perlu dipahami, kalau ketentuan harga dari pemerintah, pembayaranya baru dibayarkan bulan kemudian,” tuturnya.
“Sekarang petani bisa memiliki kebebasan mau jual dimana. Dan dengan adanya banyak pabrik, bisa member keleluasaan bagi petani mau menjual TBSnya dengan harga yang mana,” tuntas Rasyid. (ris/*log)