Rapal JKN
Bontang, helloborneo.com – Di tahun 2015 permasalahan tenaga kerja di Kota Taman mencapai 20 kasus, atau 90 orang. Dari jumlah sekian, 12 diantaranya bisa diselesaikan dengan baik, sedangkan 6 lainnya mendapat Surat Keputusan (SK) Anjuran dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dissosnaker) Bontang dan sisanya tak ada kabar atau dianggap selesai dengan sendirinya. Sementara di tahun sebelumnya 2014, jumlahnya ada 21 kasus.
Masih diingat jika di akhir tahun 2015 lalu, beberapa tenaga kerja memperjuangkan haknya dengan berbagai macam cara. Yang terbaru dan masih hangat, bahkan kasusnya hingga di awal 2016 ini adalah sebanyak 23 karyawan Oak Tree yang menuntut haknya untuk dibayarkan.
Dari kasus itu, terjadi penunggakan pembayaran upah dikarenakan Hotel Oka Tree yang sedang bermasalah dengan finansial. Merasa kewajibannya sudah dijalankan, ke 23 karyawan Oak Tree pun terpaksa mogok kerja dan melakukan aksi unjuk rasa didepan Hotel Oak Tree.
Hingga akhirnya keduanya sepakat berdamai saat dipertemukan di ruang rapat Komisi I DPRD Bontang, baru-baru ini dan berakhir dengan perdamaian dimana manajemen Oak Tree bersedia membayar haji dan tunjangan ke 23 mantan pekerjanya.
Sementara kasus tenaga kerja lainnya , adalah karyawan PT. Kaltim Jasa Sekuriti (KJS)yang sempat meminta penyesuaian upah agar disamakan dengan karyawan Pupuk Kaltim, yang juga disebabkan insentif yang dipotong. Hingga aksi memanjat Tower setinggi 104 meter milik PT Telkom Indonesia.
Termasuk beberapa karyawan PT. YUM yang meminta kejelasan status karyawan yang sudah masuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau permanen.
Kasi Penyelesaian Perselisihan Dissosnaker Bontang, Anang Prastowo menjelaskan, setiap permasalahan ketenagakerjaan waktu penyelesaiannya dalam aturan dibatasi, yakni 30 hari.
Dikatakan Anang, dari 20 jumlah kasus yang ada rata-rata memang kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dan biasanya, untuk yang PHK biasanya mereka mempermasalahkan ke pesangon atau yang berkaitan dengan uang.
“Di 2015 kemarin, di bulan Mei paling banyak muncul kasus para pekerja,” ujarnya.
Dari penyelesaiannya, dijelaskan Anang, diberi waktu selama 30 hari. Dimana dalam aturan, lanjutnya, Disosnaker memberikan waktu kepada kedua belah pihak untuk menyelesaikan secara kekeluargaan, dan pihaknya hanya memberikan fasilitas. Kalau dengan cara itu masih belum mendapat solusi penyelesaian, maka Dissosnaker akan ikut tampil sebagai mediator.
“Soal lambat atau tidaknya penyelesaian tergantung kehadiran kedua belah pihak,” kata Anang.
Agar ke depannya setiap permasalahan bosa segera diselesaikan dengan cepat dan tidak terulang apa tahun sebelumnya yang hanya 1 kasus, dikatakan Anang, antisipasi dari Disosnaker adalah dilakukan rutin pembinaan setiap tahunnya secara berkala.
“Antisipasi yang bisa dilakukan ke depan adalah melakukan pembinaan secara rutin baik itu ke pekerja maupun ke pemberi kerjanya atau perusahaan melalui bimbingan teknik (bimtek). Juga melaksanakan sosialisasi dan penyuluhan, ” ujarnya. (rol)