Subur Priono – Humas Setkab Penajam Paser Utara
Penajam, helloborneo.com – Peringatan dan perayaan Hari Ibu biasanya dilakukan dengan membebastugaskankan ibu dari tugas domestik yang sehari-hari dianggap merupakan kewajibannya, seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya.
Di Indonesia, Hari Ibu dirayakan pada tanggal 22 Desember dan ditetapkan sebagai perayaan nasional tanpa libur.
Sementara di Amerika dan lebih dari 75 negara lain, seperti Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hong Kong, Hari Ibu atau “Mother’s Day “(dalam bahasa Inggris) dirayakan pada hari Minggu dipekan kedua Mei.
Sedangkan di beberapa negara Eropa dan Timur Tengah, Hari Perempuan Internasional atau International “Women’s Day” diperingati setiap 8 Maret.
Banyak di antara kita memaknai Hari Ibu dengan memberikan penghargaan kepada ibu, baik berupa ucapan selamat maupun berupa kado.
Tetapi apakah ucapan selamat dan kado itu cukup untuk membuktikan bahwa kita telah berbakti kepada ibu.
Hari Ibu seharusnya tidak hanya diperingati pada tanggal 22 Desember saja, tapi diperingati setiap hari, agar sebagai seorang anak kita sadar betapa ibu telah memperjuangkan dan menyayangi lebih dari apapun di dunia.
Ibu adalah sesosok yang memperlihatkan keanggungan dan kasih sayang yang tidak bisa diukur dengan apapun dan sudah sepantasnya kita selalu menanamkan kepada diri untuk berbakti kepada ibu.
Surga ada di telapak kaki ibu, doa seorang ibu sangat magrifat bagi anak-anaknya. Tapi tidak sedikit juga seorang ibu yang tidak paham akan hal itu.
Ibu terkadang tidak berpikir dan tidak memperhatikan anak-anak mereka, anak adalah amanah yang harus dijalankan bukan disia-siakan.
Jadi seorang calon ibu harus mengerti akan hal tersebut jauh sebelum menjadi seorang ibu. Seperti pepatah mengatakan “sebuas-buasnya seekor harimau tidak akan pernah memakan anaknya sendiri”. Namun dalam kehidupan manusia terkadang didapati ada seorang ibu yang secara tidak sadar telah memakan anaknya sendiri.
Percaya atau tidak hal tersebut sudah sangat sering terjadi, contoh seorang ibu yang selalu memaksakan kehendaknya kepada anaknya. Anak bercita-cita menjadi seorang guru, tetapi ibu malah memaksa anaknya menjadi seorang dokter karena dia berprofesi sebagai dokter.
Kelihatannya hal itu sepele, namun secara tidak langsung seorang ibu telah memakan semangat hidup dan cita-cita anaknya sendiri.
Melalui momentum Hari Ibu, mari maknai sebagai penghargaan terhadap jasa-jasa seorang ibu kepada kita semua yang begitu besar hingga tak terbatas.
Pengharhaan tersebut kita berikan bukan hanya pada momentum Hari Ibu, melainkan setiap saat, setiap waktu, itupun masih jauh belum sepadan apa yang telah diberikan seorang ibu kepada kita. (adv/bp/*rol)