Keterangan Pers
Penajam, helloborneo.com – DPR RI diminta membatalkan pembahasan dan pengesahan sejumlah revisi Undang-Undang Mineral dan batubara (UU Minerba) dan fokus menyelamatkan rakyat Indonesia dari pandemi wabah Corona Virus Disease atau COVID-19.
Keterangan pers Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia yang diterima helloborneo.com di Penajam, Minggu menyebutkan, di tengah pandemi Covid-19 yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, DPR RI menyatakan akan tetap melakukan pembahasan dan persetujuan terhadap sejumlah RUU (Rancangan Undang-Undang).
RUU tersebut yang menjadi kontroversi sekaligus mendapat penolakan publik selama ini misalnya RUU Cipta Kerja, RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Pemasyarakatan, termasuk RUU Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Publik semakin terkejut dengan beredarnya surat undangan Rapat Kerja Komisi VII DPR RI yang akan dilangsungkan pada Rabu 8 April 2020 secara Protokol Waspada Covid-19 (secara fisik dan virtual meeting) dengan jajaran komisi dan lima menteri.
Lima menteri tersebut yakni Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM(, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Menteri Perindustrian (Menperin) dan Menteri Keuangan (Menkeu).
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Forum Himpunan Kelompok Kerja 30 (FH POKJA 30) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, Kalimantan Timur yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia menyerukan kepada Komisi VII DPR RI batalkan pembahasan dan pengesahan RUU Minerba, RUU Omnibus Law, dan RUU Ibu Kota Negara.
DPR RI diminta fokus pada penanganan pandemi COVID-19 karena keselamatan rakyat lebih utama daripada kepentingan korporasi tambang.
Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia menyatakan saat ini negara dalam ancaman wabah COVID 19, dan pemerintah abai terhadap keselamatan warganya, pemerintah tidak mau merealokasi anggaran belanja kegiatan-kegiatan yang tidak penting untuk penanganan wabah COVID-19.
Penanganan wabah COVID 19 tersebut bukan menjadi prioritas pemerintah, sehingga penangganannya masih setengah hati. Dari ratusan investasi yang masuk ke negara masa tidak mencukupi untuk menalangi antisipasi penanganan wabah.
Keterangan pers tersebut juga menyatakan, ada dana APBN sebesar Rp. 89,40 trilun yang akan di gunakan untuk pembangunan ibu kota negara baru bisa di manfaatkan untuk keselamatan rakyat menghadapi wabah virus Corona, ketimbang harus membebankan warganya.
Ketidaksiapan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan warganya di saat negara mengalami suatu wabah menunjukkan bahwa pemerintah tidak bisa memberikan jaminan keselamatan, kesehatan, dan kedaulatan pangan.
Pemerintah hanya mementingkan investasi yang tidak memberikan kontribusi dalam penanganan suatu wabah dan kesejahteraan rakyatnya.
Sekali lagi Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia dalam keterangan persnya menegaskan, kedaulatan masyarakat atas wilayah kelola rakyat akan meningkatkan pangan negara dan keberlangsungan hidup warga.
Berikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengelola sumber daya alam yang telah lama di kelola oleh masyarakat, bukan hanya dimanfaatkan pada produksi konsumsi kapitalis tanpa batas dan tidak memikirkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang terbatas di atas bumi ini. (bp/hb)