Pemprov Kaltim Diminta Pastikan Alokasi Wilayah Tangkap Nelayan Tradisional dalam Perda RZWP3K

Balikpapan, helloborneo.com – Memastikan alokasi wilayah tangkap nelayan tradisional di wilayah perairan Penajam Paser Utara dan Balikpapan. Pemprov Kaltim diminta memasukan aturan tersebut kedalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Kaltim.

Poto Teluk Balikpapan.

RZWP3K adalah perda yang berisi rencana tata ruang dan wilayah untuk zona pesisir dan pulau-pulau kecil. Di zona darat, dokumen ini setara rencana tata ruang wilayah atau RTRW. Sebagai RTRW-nya kawasan pesisir dan laut, RZWP3K disusun pemerintah provinsi dan disahkan di DPRD sebagaimana diatur Undang-Undang 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Wilayah 0-12 mil laut di luar urusan minyak dan gas bumi kini di bawah kewenangan Pemprov.

Kepala Seksi Zonasi Wilayah Barat Kementerian Kelautan dan Perikanan, Muhammad Yusuf Eko Buditomo, mengatakan bahwa rancangan aturan ini akan diteliti. Jika sudah tepat, bisa didorong pengesahan bersama DPRD Kaltim.

Sementara Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Kaltim, Muhammad Sabani, mengatakan bahwa pembahasan RZWP3K Kaltim sudah melalui tahapan kesepuluh.

“Tinggal selangkah lagi disahkan. Tahun ini segera diserahkan kepada DPRD Kaltim,” terang Sabani, Selasa (25/8/2020)

Menurut Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, Raperda RZWP3K tidak pro terhadap nelayan tradisional. Dari 3,7 juta hektare pesisir laut Kaltim, seluas 1,3 juta hektare yang diperuntukkan bagi penambangan migas. Sementara untuk wilayah tangkap nelayan hanya 1,83 juta hektare.

“Dari 1.83 juta hektare itu, ada 719 ribu hektare yang tumpang-tindih dengan wilayah industri migas. RZWP3K bisa menjadi alat legal menggusur wilayah tangkap nelayan,” terang Rupang.

Kekhawatiran itu diamini Husain Suwarno, aktivis dari Forum Peduli Teluk Balikpapan. Husain yang sehari-hari beraktivitas bersama nelayan mengatakan, jauh sebelum Kota Balikpapan diresmikan 123 tahun silam, banyak perkampungan nelayan yang menggantungkan hidup di Teluk Balikpapan. Di antaranya masih ada sampai sekarang seperti di kawasan PPU seperti Jenobora, Mentawir, Maridan, Pantai Lango, dan Gersik.

“Klaim wilayah tangkap nelayan ini sudah turun-temurun sebelum Balikpapan berdiri hingga sekarang,” terang Husain.

Sayangnya, nelayan tradisional ini tergolong kecil dengan kapasitas mesin kapal rata-rata 5 GT. Dengan mesin sekecil ini, mereka hanya bisa mencari hasil perikanan di Teluk Balikpapan dan tak bisa ke laut lepas. Husain khawatir, RZWP3K mempersempit ruang tangkap nelayan di Teluk Balikpapan. (/sop/hb)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.