Pencemaran Perairan Teluk Balikpapan, Hakim Kabulkan Enam Poin Gugatan Warga Negara

Balikpapan, helloborneo.com – Majelis hakim Pengadilan Negeri Balikpapan mengabulkan sebagian gugatan warga negara (citizen lawsuit) dalam kasus tumpahan minyak yang mencemari perairan Teluk Balikpapan.

Poto Istimewa.

Dalam putusannya, hakim memerintahkan lima institusi negara selaku tergugat membuat kebijakan untuk mencegah dampak jika kejadian ini terulang lagi. Sementara pihak penggugat masih mendalami putusan tersebut sebelum mengambil langkah hukum selanjutnya.

Gugatan warga negara ini diajukan Koalisi Masyarakat Peduli Tumpahan Minyak (Kompak). Konsorsium tersebut terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup Kaltim, Jaringan Advokasi Tambang Kaltim, Pokja 30, dan Lembaga Bantuan Hukum Samarinda.

Sementara para tergugat adalah Gubernur Kaltim selaku tergugat I, wali kota Balikpapan dan Bupati Penajam Paser Utara sebagai tergugat II dan III, serta menteri lingkungan hidup dan kehutanan dan menteri perhubungan sebagai tergugat IV dan V.

Hamsuri, satu dari antara penasihat hukum Kompak, menerangkan bahwa majelis hakim mengabulkan enam dari 17 gugatan yang dilayangkan.

“Pertama yang dikabulkan adalah meminta Gubernur Kaltim melanjutkan dan memastikan alokasi wilayah tangkap nelayan tradisional di wilayah perairan Penajam Paser Utara dan Balikpapan. Wujudnya dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Kaltim,” tegas Hamsuri, Selasa (25/8/2020)

Lanjut ia membeberkan bahwa dalam salah satu poin gugatan tersebut, Wali Kota Balikpapan dan Bupati PPU membuat perda sistem informasi lingkungan hidup yang mengatur sistem peringatan dini untuk mengantisipasi tumpahan minyak tidak berulang pada masa mendatang.

“Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) berisi sistem informasi lingkungan hidup dan peringatan dini dan Permen Penanggulangan Pencemaran dan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup,” ucap Hamsuri.

Poin yang terakhir adalah majelis hakim meminta Menteri Perhubungan menerbitkan Permen Penanggulangan Kecelakaan di Laut.

Sementar itu, Pradarma Rupang dari Jatam Kaltim sebagai salah satu penggugat menilai sebagian gugatan yang dikabulkan belum sepenuhnya sesuai substansi yang mereka tuntut.

“Dari 17 gugatan primer, jelasnya, yang tidak dikabulkan adalah hal yang urgen seperti keselamatan dan evaluasi. Tuntutan yang dikabulkan hanya yang bersifat wajib dijalankan pemerintah,” jelas Pradarma, Senin (24/8) lalu.

Rupang melanjutkan, empat penggugat yang lain masih menunggu salinan amar putusan. Isinya akan dibedah untuk menentukan langkah banding atau tidak.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim, Yohana Tiko, mengatakan bahwa tumpahan minyak di perairan Balikpapan sudah berulang kali. Dalam kurun tiga tahun ini, setidaknya tiga kali peristiwa tumpahan minyak. Namun demikian, baru satu kejadian yang terang benderang sampai pelaku dan penanggungjawabnya benar-benar diproses hukum.

Dikonfirmasi terpisah, Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Kaltim, Muhammad Sabani, mengaku belum membaca salinan amar putusan Pengadilan Negeri Balikpapan.

“Kami tunggu salinan putusan baru memutuskan langkah yang diambil,” kata Sabani.

Tumpahan minyak di Teluk Balikpapan yang menjadi materi gugatan terjadi pada 2018. Peristiwa ini dinilai Kompak selaku penggugat, memiliki daya rusak lingkungan hidup yang luas.

Diperkirakan 44 ribu barrel minyak mentah atau 6,99 juta liter minyak tumpah dan mencemari 13 ribu hektare kawasan. Sebanyak 17 ribu hutan mangrove disebut rusak, 162 nelayan sempat tak bisa melaut, dan lima orang meninggal dunia. (/sop/hb)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.