David Purba
Balikpapan, helloborneo.com – Efi Maryono kuasa hukum terduga perkara penyimpangan dalam proyek pembangunan jembatan di kawasan ekowisata hutan bakau (mangrove) di Kabupaten Penajam Paser Utara, berinisial SY menyebutkan kliennya telah dikriminalisasi.
“Berdasarkan surat dakwaan Nomor PDS-01/PPU/02/2021 tertanggal 23 Februari 2021, JPU (jaksa penuntut umum) mendalilkan SY bersama dengan MZ (alm) dan AG (selaku pemilik usaha pemenang proyek),” ungkap Efi Maryono ketika dihubungi helloborneo.com di Balikpapan, Minggu.
Namun lanjut ia, sampai saat ini AG tidak ditetapkan sebagai tersangka atau terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan jembatan di kawasan ekowisata hutan bakau tersebut.
“Bahkan majelis hakim yang memeriksa perkara sempat menegaskan bahwa AG harus bertanggungjawab secara pidana dalam perkara ini, ketika memeriksa AG sebagai saksi,” tambahnya.
Banyak keganjilan dalam pemeriksaan perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut menurut Efi Maryono, kliennya diduga kuat dikriminalisasi, ditetapkan sebagai tersangka pada 2018 tetapi seluruh berkas BAP (berita acara pemeriksaan) di tahun 2020. Artinya kesimpulan terlebih dahulu baru analisa.
SY juga didakwa dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang jelas menandakan unsur “turut serta” atau lebih dari seorang, namun hanya SY saja yang dijadikan tersangka atau terdakwa sampai dengan saat ini.
Keterangan AG kata Efi Maryono, menerangkan bahwa pernah berurusan dengan Kejaksaan Negeri Kabupaten Penajam Paser Utara terkait pengerjaan pembangunan jembatan kayu di kawasan ekowisata hutan bakau di Kelurahan Kampung Baru tersebut hanya sebatas saksi.
Sekalipun tidak terbukti unsur sengaja maupun turut serta lanjut ia, SY tetap menjalani kurungan di Rutan Tanah Grogot, dan tim penasehat hukum SY baru mendampingi ketika perkara sudah dalam tahap persidangan, rencananya akan menempuh upaya hukum demi keadilan SY.
SY dipidana satu tahun enam bulan karena dinilai melanggar Pasal 3 Junto Pasal 18 UU Tipikor junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (kitab undang-undang hukum pidana).
Anggaran proyek pembangunan jembatan di kawasan ekowisata hutan bakau di Kabupaten Penajam Paser Utara yang dilaksanakan pada 2006 bersumber dari alokasi anggaran Bankeu (bantuan keuangan) Provinsi Kaimantan Timur lebih kurang Rp1,17 miliar.
Pada saat dilakukan pembangunan jembatan mangrove itu masih berada di bawah kendali Dinas Perhubungan, Kebudayaan dan Pariwisata (Dishubbudpar) Kabupaten Penajam Paser Utara. Jembatan bermaterial kayu ulin tersebut mulai dibuka untuk umum pada awal 2017.
Kejaksaan Negeri Kabupaten Penajam Paser Utara mulai menangani dugaan kasus korupsi proyek pembangunan jembatan di kawasan ekowisata hutan bakau itu pada 22 Februari 2018.
Diduga menimbulkan kerugian negara berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalimantan Timur, kemudian status ditingkatkan dari penyelidikan ke tahap penyidikan pada 17 Juli 2018. (bp/tan)