Tun MZ
Samarinda, helloborneo.com – Sejumlah aktivis Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam Kalimantan Timur, mendesak Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Kalimantan Seksi Wilayah II melakukan pemeriksaan lapangan dan memberikan sanksi PT Indominco Mandiri karena diduga melakukan pelanggaran lingkungan hidup di Sungai Palakan-Santan.
Desakan yang dilakukan Jatam, Selasa tersebut dengan menggelar aksi kreatif damai di Kantor BPPHLHK Kalimantan Seksi Wilayah II di Kota Samarinda.
Dalam waktu yang bersamaan Jatam, Trend Asia dan ENTER Nusantara yang tergabung dalam Gerakan #BersihkanIndonesia juga menggelar aksi kreatif damai di Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta.
Aksi tersebut mendesak lembaga jaminan dana sosial pekerja milik negara itu berhenti terlibat dalam investasi yang merusak lingkungan dan hidup masyarakat di Kalimantan Timur.
Tambang batubara di hulu sungai tersebut telah meningkatkan intensitas banjir serta kekhawatiran mengenai risiko dampak lingkungan dan keselamatan jiwa warga dari keberadaan 53 lubang bekas tambang.
Luas lubang tambang itu mencapai 2,823.73 hektare atau setara dengan 32 kali luas komplek olahraga Palaran di Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Lubang-lubang bekas tambang batubara beracun tersebut rencananya akan diwariskan dan dibebankan pada pemerintah dan warga setempat.
Dalam investigasi yang dilakukan oleh JATAM dan #BersihkanIndonesia menggunakan metode pengambilan sampel air yang dilakukan di tiga titik lokasi, yakni titik pertama dialiran “settling pond” atau kolam penampungan air limbah SP-34, titik kedua dibadan Sungai Palakan dan titik ketiga di muara Sungai Palakan yang bertemu dengan Sungai Santan.
Di tiga titik sampel tersebut ditemukan bahwa PT PT Indominco Mandiri (IMM) telah melanggar Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
“Oleh karena itu tim JATAM menemukan bahwa PT IMM telah gagal dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan hidupnya,” ujar Jubir dan Kepala Divisi Hukum Jatam Nasional Pradarma Rupang dalam keterangan pers tertulis yang diterima helloborneo.com.
“Begitu pula jika mengacu pada dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan PT IMM, terdapat sejumlah instansi yang disebutkan dalam dokumen itu harus bertanggung jawab atas pengawasan serta turut lalai dalam melakukan pengawasan,” tambahnya.
Kerusakan ekosistem Sungai Palakan dan Santan memengaruhi kehidupan ekonomi, sosial, serta budaya masyarakat di sepanjang sungai. Bagi masyarakat yang berada di sepanjang ekosistem Sungai Palakan dan Santan itu, sungai bukan saja menjadi sumber penghidupan dan produksi masyarakat dari ekonomi perikanan dan perkebunan kelapa.
“Sungai erat kaitannya dengan identitas dan sejarah mereka sendiri, contohnya adalah penamaan tiga desa mulai dari Desa Santan Hulu, Santan Tengah dan Desa Santan Hilir semuanya menggunakan penamaan berdasarkan aliran sungai,” ucap Ketua Kelompok Tani Muda Santan Taufik Iskandar. (bp/tan)