Jakarta, helloborneo.com – Meski masih banyak diragukan sebagai cabang olahraga, electronic sport (olahraga elektronik) berkembang luar biasa pesat di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, terutama pada tahun 2020 dan 2021 sewaktu pandemi COVID-19 melanda. Atlet-atlet esport Indonesia bahkan banyak mencatat prestasi membanggakan di ajang internasional. Pemerintah pun berbenah untuk semakin memajukan dunia esport Indonesia, dengan menggelar program esport tourism dan berambisi menjadikannya program ekstrakurikuler di jenjang sekolah menengah atas.
Kalau Anda mendapati anak asyik bermain video game, jangan tergesa untuk melarangnya atau bahkan menghukumnya dengan menjauhkannya dengan peralatan elektronik. Bukan tidak mungkin, anak Anda adalah calon atlet esport di masa depan.
Bermain video game sebagai aktivitas sia-sia adalah anggapan yang kini bisa dipertentangkan. Fakta menunjukkan kegiatan yang satu ini bisa menjanjikan masa depan bila memang ditekuni secara serius.
Paling tidak itu diakui Justin Widjaja, CEO ONIC Esports, salah satu dari enam klub esport terbesar di Indonesia. Ia mengaku sewaktu masih kecil, orangtuanya sempat sedikit mempersoalkan kegemarannya bermain video game. Kini klub yang dipimpinnya tersebut menjadi salah satu klub yang paling dihormati di Asia Tenggara, setelah menyabet sejumlah penghargaan nasional dan internasional. Singkat kata, sepak terjangnya di dunia esport membuahkannya pemasukan finansial yang tidak sedikit.
Keraguan orangtua Justin adalah keraguan banyak orangtua pada umumnya. Mereka mempersoalkan apakah esport itu benar-benar olahraga. Perlu waktu bagi penggemar esport untuk meyakinkan orangtua mereka, bahwa esport adalah olahraga prestasi yang tak kalah menjanjikan dibanding cabang-cabang olahraga lainnya.
“Kalau secara harfiah, mungkin ini bukan aktivitas fisik. The real take of sport is its competitiveness. Di mana semua aspek yang ada dalam kompetisi olahraga, di esport itu ada. Cari poin, cari menang, mentality, everything is more or less the same,” jelasnya.
Pemerintah Indonesia sendiri sudah mengakui bahwa esport adalah sebuah cabang olahraga. Ini terbukti dengan pengakuan KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) atas terbentuknya Pengurus Besar Esport Indonesia (PBESI) pada 8 September 2020. PBESI sendiri umumnya tersusun dari perwakilan sejumlah klub esport, game developer dan vendor penyelenggara pertandingan. Ketuanya adalah Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan salah anggota Dewan Pengawasnya adalah Menteri Pariwista dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.
Keseriusan pemerintah tergambar dalam keikutsertaan tim nasional esport Indonesia dalam SEA Games ke-31 di Vietnam pada Mei 2021. Indonesia berhasil menyumbangkan enam medali: dua emas, tiga perak dan satu perunggu. Tiga dari tujuh pemain dari Onic Esports ikut memperkuat tim nasional tersebut.
Bonus yang diterima atlet esport tidak kecil, kata Yudistira Adipratama, Ketua Bidang Hukum sekaligus juru bicara muda PBESI. “Event di SEA Games di Vietnam tahun 2021, PBESI memberikan hadiah uang tunai kepada para atlit. Totalnya sekitar Rp 3,8 miliar, dengan rincian Rp 2,2 miliar untuk peraih emas, Rp 1,2 miliar untuk peraih perak, dan untuk medali perunggu hadiah Rp335 juta,” imbuhnya.
Di level nasional, pemerintah Indonesia juga tak kalah ambisius Ini terbukti dengan diselenggarakannya Piala Presiden untuk esport. Justin mengatakan, ini menunjukkan atlet esport sebagai profesi tidak bisa dipandang remeh.
“Menurut saya, saat ini sudah cukup OK, dari yang paling tinggi saja, presiden, sudah menyelenggarakan turnamen Piala Presiden, yang di-support langsung oleh kantor kepresidenan, dan ini sudah memasuki tahun ketiga,” jelasnya.
Menurut Yudistira, dibanding sejumlah negara tetangga, Indonesia lebih maju dari segi perundangan-undangan. Ini terbukti dengan lahirnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, yang merupakan revisi dari Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005. Pasal 21 UU baru itu secara jelas mengakui eksistensi esport.
Terkait dengan lahirnya legislasi itu, PBESI saat ini bersama Kemenpora sedang membuat regulasi turunan terkait dukungan untuk esport, dan bersama Kemenparekraf menciptakan regulasi yang akan mengatur ekosistem electronic gaming. Yudistira menganggap ini penting mengingat, menurut perhitungan PBESI, ada 52 juta electronic gamer di Indonesia – atau sekitar 27 persen dari populasi Indonesia – dan ratusan atau bahkan ribuan pengembang video game.
Salah satu peraturan yang dipertimbangkan kemungkinan juga adalah terkait jual beli pemain, temasuk pemain asing. Sebagai informasi, sejumlah klub nasional, termasik ONIC Esports, diketahui merekrut pemain asing di tengah ketiadaan regulasi.
Tidak cuma itu, dalam upaya untuk lebih menggairahkan esport, pemerintah juga mengembangkan program-program lintas kementerian. Kemenpora bersama Kemendikbud, contohnya, sedang mengupayakan agar esport menjadi pilihan kegiatan ekstrakurikuler di tingkat sekolah menengah atas. Sementara itu, Kemenpora bersama Kemenparekraf juga sedang mengembangkan esport tourism.
“Apa itu esport tourism? Esport tourism ini begini, kita mengalokasikan pertandingan pada lima daerah wisata yang menjadi prioritas Indonesia saat ini. Misalnya Labuan Bajo, kita bisa mengadakan esport tournament di sana sehingga mengundang orang-orang datang ke sana sehingga menciptakan ekosistem yang mendorong perekonomian setempat,” jelas Yudistira.
Terakhir dan tak kalah penting, Indonesia juga membuka diri sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan-kegiatan esport internasional. Pada 2 hingga 11 Desember 2022 Indonesia, atau tepatnya Nusa Dua, Bali, menjadi tuan rumah World Esport Championship ke-14 sekaligus Esport Summit 2022.
Lebih dari 600 pemain dari lebih dari 120 negara terlibat dalam kompetisi akbar itu. Pertandingannya sendiri ilangsungkan di ruang terbuka di tepi pantai — yang pertama dalam sejarah kompetisi itu. (voa/log)