Pemerintah Panggil Pejabat PBB Terkait Kritik terhadap KUHP Baru

Seorang aktivis meneriakkan slogan-slogan saat memprotes peengesahkan KUHP, di luar gedung DPR di Jakarta, 5 Desember 2022. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)
Seorang aktivis meneriakkan slogan-slogan saat memprotes peengesahkan KUHP, di luar gedung DPR di Jakarta, 5 Desember 2022. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

Jakarta, helloborneo.com – Pemerintah memanggil seorang pejabat PBB, Senin (12/12), setelah badan dunia tersebut menyatakan keprihatinannya atas ancaman terhadap kebebasan sipil yang ditimbulkan versi revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru diratifikasi, kata Kementerian Luar Negeri.

DPR pada pekan lalu menyetujui KUHP baru itu yang di antaranya berisi pasal-pasal kontroversial, seperti melarang hubungan seks di luar nikah dan hidup bersama antara pasangan yang belum menikah.

Para pejabat mengatakan KUHP baru itu bertujuan untuk menegakkan “nilai-nilai Indonesia” di negara mayoritas Muslim terbesar di dunia itu.

PBB mengatakan KUHP baru itu dapat mengakibatkan erosi kebebasan pers, privasi, dan HAM di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia itu.

Teuku Faizasyah, juru bicara Kementerian Luar Negeri, mengatakan kementeriannya memanggil koordinator residen PBB di Jakarta atas komentar tersebut, dengan mengatakan bahwa organisasi tersebut seharusnya berkonsultasi dengan pemerintah sebelum mengungkapkan keraguannya.

“Seharusnya mereka berkonsultasi terlebih dahulu, sama seperti perwakilan-perwakilan internasional lainnya. Kami berharap mereka tidak terburu-buru menyampaikan pandangan, atau ketika tidak ada informasi yang memadai,” katanya.

Pejabat PBB, Valerie Julliand, tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.

Pemerintah telah bergegas menepis kekhawatiran yang diungkapkan oleh asosiasi-asosiasi pariwisata terkait KUHP baru itu, terutama tentang hubungan seks di luar nikah atau hidup bersama, yang dapat membuat banyak wisatawan asing enggan berkunjung.

Edward Omar Sharif Hiariej, Wakil Menteri Kehakiman dan HAM, mengatakan kepada wartawan, Senin (12/12), bahwa KUHP baru tersebut “tidak mengganggu” kepentingan investor atau turis asing selama pihak berwenang mematuhi pedoman nasional.

Ia juga mengatakan bahwa pemerintah akan menghabiskan tiga tahun ke depan untuk memastikan kepatuhan terhadap pedoman nasional itu.

I Wayan Koster, Gubernur Bali, dalam sebuah pernyataan pada Minggu (11/12), mengatakan bahwa pelanggaran terhadap pasal hubungan seks di luar nikah dan hidup bersama antara pasangan yang belum menikah hanya dapat diproses pengadilan jika ada pengaduan dari orang tua, pasangan. atau anak.

Pemerintah Provinsi Bali akan memastikan “tidak akan ada pemeriksaan status perkawinan saat check-in di setiap akomodasi pariwisata, seperti hotel, vila, apartemen, wisma, penginapan, dan spa,” kata Wayan.

Namun, KUHP baru itu “benar-benar kontraproduktif” pada saat ekonomi dan pariwisata mulai pulih dari pandemi, kata Maulana Yusran, Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), pekan lalu.

Andreas Harsono, seorang peneliti senior Human Rights Watch di Indonesia, mengatakan pekan lalu bahwa KUHP baru tersebut “berisi ketentuan-ketentuan yang menindas dan tidak jelas yang membuka peluang bagi pelanggaran privasi dan penegakan hukum selektif yang memungkinkan polisi meminta suap, anggota parlemen melecehkan lawan politik, dan pejabat memenjarakan blogger biasa. (voa/log)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.