Pemprov Kaltim Diminta Kawal Pembangunan Bendung Talake 

Ari B

Anggota DPRD PPU daerah pemilihan (dapil) Waru – babulu, Anwar Sanusi.(helloborneo.com)

Penajam, helloborneo.com – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur diminta lebih serius mengawal pembangunan bendung gerak Sungai Talake di Kabupaten Paser yang mulai digagas sejak 2002, karena fasilitas itu nantinya bisa menjadi sumber air irigasi lahan persawahan di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Paser.

“Kami menilai perhatian Pemprov Kaltim terhadap potensi lahan pertanian di wilayah Penajam Paser Utara belum maksimal,” kata anggota DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara Anwar Sanusi, ketika ditemui helloborneo.com di Penajam, Jumat.

Menurut ia, kurangnya perhatian Pemprov Kaltim itu terlihat dari belum terealisasinya pembangunan bendung Sungai Talake yang direncanakan sejak Kabupaten Penajam Paser Utara dimekarkan pada 2002.

Anwar sanusi menjelaskan, bendung gerak Sungai Talake menjadi satu-satunya solusi untuk bisa mengatasi kurangnya pasokan air untuk irigasi lahan persawahan, khususnya di Kecamatan Babulu.

“Pada musim kemarau banyak lahan persawahan di wilayah Babulu kekeringan serta mengalami fuso atau gagal panen, karena kekurangan sumber air,” ujar politsi dari Partai Gerindra tersebut.

Sejak Kabupaten Penajam Paser Utara terbentuk 15 tahun lalu, sampai sekarang para para petani di daerah setempat masih terkendala sumber air untuk pengairan lahan persawahan.

Bahkan, upaya Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara untuk membangun sejumlah sarana dan prasarana irigasi juga tidak berfungsi maksimal, sebab sumber air yang ada tidak memadai.

“Pipanisasi yang dibangun pemerintah kabupaten bersama TNI untuk irigasi lahan pertanian di wilayah Babulu, sejauh ini belum berjalan optimal,” ungkap Anwar Sanusi.

Menurut legislator daerah pemilihan Waru-Babul itu, dari ribuan hektare lahan produktif di Kecamatan Babulu, baru sekitar 200 hektare lahan pertanian yang terairi.

Kendala utama pertanian di wilayah Penajam Paser Utara adalah masalah pengairan, karena selama ini lahan persawahan mengandalkan air hujan atau sawah tadah hujan, sehingga hasil panen tidak maksimal.

“Masyarakat petani hanya bergantung pada hujan. Jika musim hujan lama, petani bisa menanam padi tiga kali setahun, sedangkan saat kemarau hanya bisa menanam sekali atau dua kali, bahkan sering terkena fuso atau gagal panen,” tambah Anwar Sanusi. (Adv/bp/*esa)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.