Arsyad Mustar
Bontang, helloborneo.com – Awal tahun 2018, dua kasus pembunuhan orangutan di Tanah Borneo – Sebutan kalimantan, berhasil ditangani pihak kepolisian.
Tanggal 30 Januari 2018 Kepolisian Resort Barito Selatan, Kalteng, berhasil menetapkan 2 tersangka atas kasus pembunuhan orangutan tanpa kepala di Jembatan Kalahien.
Setelah beberapa kali persidangan, 14 Mei 2018 Pengadilan Negeri Buntok menyatakan terdakwa Muliyadi bin Landes dan Tamorang bin Ribin.
Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana membunuh satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Keduanyaa pun dijatuhi pidana penjara selama 6 bulan dan denda sejumlah Rp 500.000,- subsider 1 bulan. Hal tersebut tertera pada Nomor Perkara 26/Pid.B/LH/2018/PN BNT dan 27/Pid.B/LH/2018/PN BNT.
Selain kasus Orangutan di Kalteng, di awal tahun 2018, kasus pembunuhan orangutan dengan 130 peluru juga terjadi di Desa Teluk Pandan, Kutai Timur, Kalimantan Timur, yang melibatkan 4 tersangka, yaitu Andi Bin Hambali, Rustan Bin H. Nasir, Muis Bin Cembun dan H. Nasir Bin Sakka.
Dibutuhkan 70 hari dan menjalani 9 kali persidangan, hingga Selasa 3 Juli 2018 Pengadilan Negeri Sangatta memutuskan bahwa keempat tersangka di nyatakan bersalah.
Para terdakwa tersebut dijatuhi pidana penjara 7 bulan dan denda sebesar Rp. 50.000.000, subsider 2 bulan. Putusan tersebut tertera dalam Nomor Perkara 130/Pid.B/LH/2018/PN Sgt dan 131/Pid.B/LH/2018/PSgt.
Terungkapnya dua kasus tersebut, Manager Perlindungan Habitat Centre for Orangutan Protection (COP) Ramadhani mengucapkan terimakasih atas kerja cepat pihak Kepolisian dalam mengusut tuntas kasus pembuhan orangutan yang terjadi awal tahun 2018 ini.
Namun, kata dia, juga menjadi catatan tersendiri adalah putusan yang sangat ringan pada kedua kasus tersebut sehingga menimbulkan kekhawatiran tidak adanya efek jera bagi pelaku maupun masyarakat lainnya.
Selain itu, Hakim tidak mempertimbangkan efek kerugian nilai dari upaya pelestarian orangutan di Taman Nasional Kutai yang dilakukan sudah sejak lama.
“Semestinya UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dipandang sebagai Undang-Undang yang sangat penting untuk menjaga keberlangsungan konservasi di Indonesia.”, ujar Ramadhani kepada helloborneo.com. (am/tan)