Petani Kelapa Sawit di Paser Mengadu Kepada DPRD Terkait Sertifikat

TB Sihombing

Petani kepala sawit Kabupaten Paser mengadu kepada DPRD setempat terkait sertifikat plasma (TBS)

Paser, helloborneo.com – Petani kepala sawit Kabupaten Paser mengadu kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD terkait sertifikat plasma sejak 1990 sampai 2022 tidak kunjung terbit dan diberikan kepada petani oleh Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN).

Permasalahan petani kelapa sawit tersebut menjadi perhatian DPRD Kabupaten Paser, sebab sejumlah petani sudah membayar lunas kredit, namun hingga kini belum mengantongi legalitas kepemilikan dan berdampak pada sulitnya petani menerima bantuan program replanting.

Ketua DPRD Kabupaten Paser, Hendra Wahyudi, meminta agar pihak terkait turut membantu menyelesaikan persoalan tersebut, serta memudahkan proses kepemilikan sertifikat mengingat syarat dapat dipenuhi petani.

“Para petani sudah siap jika BPN membutuhkan data apa saja yang dibutuhkan,” ujarnya ketika ditemui helloborneo.com di Paser, Jumat.

Legislatif (DPRD) Kabupaten Paser menginginkan agar permasalahan tersebut tuntas dan menunggu tindak lanjut oleh instansi terkait, pemerintah kabupaten setempat juga diminta agar keinginan para petani mendapat perhatian serius.

Sekretaris Apkasindo Kabupaten Paser, Aliyadi, mengatakan masalah sertifikat sudah beberapa kali disampaikan, ada 384 lahan pokok sertifikat petani di Long Ikis yang belum terbit, belum termasuk lahan pekarangan dan pangan dan sebagian petani sudah melunasi kredit.

“Mohon pejabat terkait jangan alasan klasik. Yaitu saat itu belum menjabat atau apa, kami tidak ingin dilempar sana sini lagi,” ucapnya.

Ketua Apkasindo Kabupaten Paser, Siahaan, menambahkan seharusnya sertifikat sudah diterima, tetapi hingga kini tidak kunjung diberikan, sehingga menurutnya ATR/BPN setempat tidak ada niat untuk memperbaiki atau membantu petani.

Ia menjelaskan, sebelumnya syarat replanting hanya perlu SKT, namun pada 2022 harus ada sertifikat dan ada rekomendasi BPN.

“Yang jadi bingung mengapa jadi dipersulit, apakah ada aturan baru atau seperti apa. Padahal lahan plasma warga tidak ada masuk kawasan HGU. Mayoritas lahan transmigrasi,” tambahnya.

Perwakilan BPN Kabupaten Paser, Dwi, menyampaikan sertifikat sampai sekarang BPN belum terima tanda penerimaan sertifikat yang dimaksud. Namun dia menyarankan, agar lahan yang belum sertifikat dapat diajukan melalui program PTSL.

“Karena kami tidak ada lagi data sertifikat plasma yang belum disahkan,” kata dia.

Realisasi replanting sampai hari ini di Kabupaten Paser sudah 7.319 hektare dari 2017, atau uang hibah yang masuk sekitar Rp190 miliar. Jatah dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk Kabupaten Paser seluas 17 ribu hektare. (bp)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses