Merayakan Hari Bumi Di tengah Pandemi Corona (2)

Artikel oleh AR Pratama S.Hum, M.A. (Dosen Sejarahwan dan Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas jember)                                                                        


AR Pratama S.Hum, M.A. (Dosen Sejarahwan dan Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas jember) .

“Merubah Paradigma ‘Pembangunan’ Ekonomi”

helloborneo.com – Pandemi Corona membuka selubung ketimpangan ekonomi yang sangat jauh antara si miskin dan si kaya. Anjuran pemerintah untuk melakukan aktivitas pekerjaan di rumah secara realita hanya dapat dilakukan oleh golongan kelas menengah ke atas yang memiliki kemampuan akses finansial dan fasilitas yang baik.

Sedangkan kelas menengah ke bawah anjuran ini merupakan bentuk upaya “pembunuhan” perlahan terhadap mereka. Kelas menengah ke bawah yang kebanyakan tidak memiliki sumber perekonomian yang mapan, mereka diharuskan tetap bekerja untuk sekadar memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Kota-kota besar di Jawa seperti Jakarta menjadi saksi dari realita ketimpangan ekonomi ini, banyak masyarakat usia produktif yang kehilangan pekerjaan mereka dan akhirnya memilih untuk kembali ke kampung halaman mereka.

Fenomena ini memperlihatkan secara gamblang bahwa hanya terdapat segelintir masyarakat yang memiliki akses atau kuasa sangat besar terhadap sumber-sumber perekonomian. Segelintir masyarakat ini menguasai sumber daya ekonomi yang sangat banyak, melebihi kebutuhan biologis yang secara normal dapat dikonsumsi oleh manusia dalam bidang sandang, pangan, dan papan.

Situasi global yang dalam keadaan pandemi ternyata meningkatkan dampak kerawanan pangan, seperti pernyataan Direktur Utama Bulog Budi Waseso (16/4), bahwa negara-negara penghasil beras seperti Vietnam dan Thailand mulai membatasi ekspor beras mereka guna mengamankan kebutuhan stok pangan dalam negeri.

Kebijakan ini tentu saja mempengaruhi stok pangan Indonesia yang masih mengandalkan impor beras untuk menutupi defisit pangan. Budi Waseso kemudian mengatakan bahwa Bulog akan mencari sumber pangan alternatif untuk menggantikan beras dengan menggunakan sagu.

Kebijakan untuk mengkonsumsi sagu tentunya merupakan kebijakan yang kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah yang mendorong perluasan perkebunan kelapa sawit mulai dari Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua.

Situasi meningkatnya potensi kerawanan pangan ini memperlihatkan bahwa pemerintah kurang serius untuk melindungi daerah-daerah produksi pangan dari konservasi lahan.

Beberapa kasus seperti pembangunan pabrik semen di Jawa Tengah, pembangunan bandara di Yogyakarta memperlihatkan banyak sekali lahan produktif penghasil pangan dialihfungsikan menjadi bangunan-bangunan infrastruktur ataupun perkebunan kelapa sawit dengan dalih untuk menggenjot perekonomian.

Pada masa Orde Baru berkuasa dengan dalih memajukan ekonomi, maka pembangunan ekonomi

Indonesia difokuskan kepada eksploitasi Sumber Daya Alam. Adanya Undang-Undang Penanaman Modal Asing membuat arus investasi di Indonesia mengalir seperti air bah. Dimulai dari masuknya Freeport hingga adanya industry kayu di Kalimantan Timur membuat kegiatan eksploitasi alam dilakukan besar-besaran.

Seperti eksploitasi kayu yang terjadi di Kalimantan Timur antara tahun 1970 hingga 1990, hampir lebih dari 90% kayu digunakan untuk memenuhi komoditas perdagangan ekspor, padahal permintaan kayu untuk kebutuhan dalam negeri sangat rendah, hanya kurang dari 5% dari seluruh total kayu yang dieskpor.

Kebijakan ekstraksi sumber daya alam ini tidak dapat bertahan lebih dari 25 tahun, bisa dilihat bagaimana keadaan industri kayu yang dulu jaya ditahun 1970-1980an, kini yang tersisa di sepanjang aliran sungai Mahakam hanyalah bekas-bekas pabrik pengolahan kayu.

Kalaupun ada pabrik pengelolahan kayu yang beroperasi, jumlahnyapun hanya hitungan jari. Pabrik pabrik pengelolahan kayu yang jaya pada masa Orde Baru berhenti beroperasi akibat kekurangan kayu gelondongan.  Secara statistik memang terdapat peningkatan ekonomi, namun distribusi perekonomian itu hanya untuk kalangan elit saja.

Kebijakan “pembangunan” ekonomi yang hanya menilai jumlah produksi rente ekonomi ini tentulah tidak ramah lingkungan. Kondisi ini akhirnya menginspirasi sekelompok ahli ekonomi di Amsterdam, Belanda dan Oxford Inggris untuk menerapkan model pembangunan ekonomi yang lebih ramah lingkungan untuk umat manusia.

Bagaimanapun posisi bumi sebagai satu-satunya ruang hidup bagi homo sapien belum bisa digantikan oleh planet lain, sehingga manusia harus bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan sebisa mungkin tidak merusak lingkungan.

Para ahli Ekonomi ini menyebut pembangunan ekonomi baru ini seperti donat yang memiliki beberapa lapisan lingkaran, mulai dari lingkaran yang menjadi inti biasanya berlubang atau kosong, kemudian lapisan lingkaran kedua yang berupa roti.

Model pembangunan ekonomi harus merujuk kepada inti kebutuhan dasar manusia seperti inti dari donat yang kosong, yaitu berupa pemenuhan bahan makanan, ketersediaan air bersih, fasilitas kesehatan, perumahan, pakaian, dan pendidikan.

Sedangkan lingkaran kedua yang diibaratkan roti, mengacu kepada pertumbuhan atau ekspansi ekonomi tanpa membahayakan atau mengubah ekosistem. Pada lapisan kedua, diarahkan agar “pembangunan” yang dilakukan manusia tidak merusak keseimbangan ekosistem.

Di luar lapisan donat, atau di luar dua lapisan tersebut, maka pembangunan tidak boleh dilakukan, karena berpotensi akan terjadi eksploitasi sumber daya alam yang melebihi kebutuhan yang dibutuhkan oleh manusia.

Kritik terhadap pertumbuhan ekonomi berbasiskan PDB juga sudah banyak dilontarkan. Menyadur dari situs trouw.nl. Sebanyak 170 ilmuwan lintas ilmu di Belanda berkumpul membuat sebuah manifesto yang berisi 5 untuk merubah kebijakan “pembangunan” ekonomi global setelah pandemi berakhir.

Poin pertama dari manifesto ini ialah untuk mengurangi pertumbuhan ekonomi dari eksploitasi pertambangan batu bara, minyak dan gas bumi. Seluruh pemimpin dunia diharapkan untuk meningkatkan investasi di sektor pendidikan, energi bersih dan kesehatan.

Poin kedua adanya redistribusi kekayaan dengan membuat acuan pendapatan global yang bisa diterima oleh semua negara. Poin ketiga ialah merubah sistem pertanian dengan menggunakan sistem pertanian yang berbasiskan kepada konservasi hayati, menggunakan berbagai varietas tanaman, dan adanya pembagian keuntungan yang adil dengan petani.

Poin keempat ialah menghemat penggunaan Bahan bakar fosil dengan cara mengurangi jumlah aktivitas berpergian, berpergian disarankan hanya untuk kondisi penting saja, kemudian dianjurkan untuk mengurangi gaya hidup mewah.

Poin kelima ialah penghapusan utang bagi pekerja miskin dan negara-negara miskin di belahan bumi selatan. Manifesto ini merupakan salah satu upaya global untuk mengubah paradigma kita untuk lebih bijak memanfaatkan Sumber Daya Alam.

Manifesto ini juga dijadikan sebuah pengingat bahwa butuh semangat global untuk bisa melakukan konservasi lingkungan di bumi.

Mahatma Gandhi sebenarnya sudah mengeluarkan sebuah pernyataan yang luar biasa mengenai keserakahan manusia yang tidak pernah habis. Gandhi menyatakan bahwa bumi ini cukup untuk menghidupi seluruh umat manusia, namun tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keserakahan manusia.

Pendapat Gandhi juga diperkuat oleh orang-orang Indian di Amerika yang terdesak akibat adanya invasi orang kulit putih. Mereka juga sudah meramalkan nasib dari masa depan manusia yang tamak dan tidak pernah puas bahwa mereka akan menemui kemalangan.

“Ketika sungai sudah tercemar dan tidak dapat diminum, ketika udara sudah sangat berpolusi dan tidak dapat dihirup, dan ketika tanah telah rusak dan tidak lagi dapat ditanami, maka kalian akan mengerti bahwa manusia tidak dapat mengkonsumsi uang”.

Pada akhirnya manusia harus memikirkan kembali pola “pembangunan” ekonomi yang dilakukan saat ini demi keberlangsungan generasi berikutnya. Bumi milik bersama, dan tidak ada planet lain yang bias ditinggali selain bumi. (bp/hb) Selesai.






Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses