Jatam Sebut Objek Wisata Lubang Bekas Tambang di Long Ikis Paser Adalah Kegagalan Reklamasi

Paser, helloborneo.com – Danau Biru di Long Ikis adalah objek wisata yang sedang naik daun di kalangan milenial lokal. Airnya biru kehijau-hijauan, khas bekas galian tambang.

Tanah di sekitarnya lebih banyak mengandung pasir. Pohon kelapa sawit yang belum tinggi mengelilingi sebagian besar danau. Untuk mencapai lokasi tersebut tersebut, pengunjung memang mesti melewati liku-liku jalur perkebunan kelapa sawit.

Di ujung jalan dekat Danau Biru, sebuah pelang dengan tulisan tangan menunjukkan tarif masuk. Satu sepeda motor dan pengendaranya dikenai biaya Rp 5.000. Ketika sudah di dalam lokasi wisata, sebuah pondok beratap daun adalah tempat berteduh.

Pengelola juga menyediakan beberapa bangku kayu di bawah pohon akasia untuk bersantai di tepi danau. Tak ada pagar pembatas di sekeliling danau. Pengunjung bebas untuk berenang.

Menurut catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Danau Biru dulunya adalah lokasi galian tambang PT SDH. Perusahaan ini pernah memegang izin di dua lokasi. Yang pertama di Long Ikis, Paser, seluas 186,05 hektare dengan status clean and clear (CNC). Izin PT SDH di sini diakhiri gubernur Kaltim pada 2017. Lokasi izin perusahaan kedua adalah di Penajam Paser Utara seluas 3.700 hektare, juga sudah CNC. Izin yang diterbitkan pada 2011 sedang diperpanjang.

“Dalam hal Danau Biru, perusahaan sudah tidak beroperasi. Jika lubang bekas tambang tidak ditutup justru dijadikan lokasi wisata, ini adalah kegagalan reklamasi,” tegas Pradarma Rupang, dinamisator Jatam Kaltim, Senin (7/9/2020)

Rupang mengatakan, harus dilihat pengelola objek wisata ini apakah perorangan, pemerintah desa, kabupaten, atau provinsi. Masalahnya, mengubah lubang bekas tambang menjadi objek wisata perlu proses yang ketat. Objek wisata dari lokasi bekas tambang harus diuji kelayakan, memiliki izin lingkungan, dan melibatkan pemerintah dalam hal ini Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kaltim. Kolam bekas tambang juga harus dipastikan tidak mengandung logam berbahaya.

“Fakta dari Danau Biru ini, reklamasi lubang galian menjadi objek wisata ternyata belum tentu aman,” kata Rupang.

Padahal, tujuan alih fungsi tersebut salah satunya adalah menghindari jatuhnya korban. Jatam menegaskan, reklamasi terbaik adalah menutup lubang tambang dan mengembalikan fungsinya seperti semula.

Jatam mengingatkan, danau wisata dari bekas lubang tambang sangat berbahaya karena dasarnya curam. Berbeda dengan danau alami yang landai. Lebih dari itu, ada protokol keamanan untuk lubang bekas tambang yang disepakati pemerintah dalam pakta integritas pada 2016. Protokol tersebut ialah wajib memasang pelang peringatan, dipagari untuk pembatasan akses, dan menempatkan petugas jaga.(/sop/hb)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.