Roy MS
Balikpapan, helloborneo.com – Sejumlah aktivis lingkungan mengungkap dugaan perusakan lahan hutan mangrove di sekitar Kawasan Industri Kariangau (KIK). Menurut laporan Pokja Pesisir Balikpapan dan Walhi Kaltim, tak kurang dari 30 hektar mangrove di sekitar Sungai Tempadung Kelurahan Kariangau, Balikpapan Barat tergerus oleh aktivitas pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) nikel di kawasan tersebut.
Koordinator Advokat Pokja Pesisir Balikpapan Husein Suwarno menyatakan laporan ini diperoleh berdasarkan pemantauan pihaknya sejak 24 Desember 2021 hingga saat ini. menurut data yang dihimpun, aktivitas tersebut terkait dengan reklamasi yang dilakukan oleh PT MMP.
“Kami telah melakukan tinjauan ke lapangan. Dan kami menemukan telah terjadi perusakan lingkungan begitu parah,” kata Husein, Senin (28/3).
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan itu mengemukakan beberapa aktivitas yang memberi dampak kerusakan lingkungan ini antara lain, penimbunan vegetasi, pengerukan hulu anak sungai, pengupasan, penggalian serta pendorongan lahan. Koalisi LSM tersebut turut menduga aktivitas pembangunan smelter nikel tersebut belum mengantongi legalitas.
“Kami juga menelusuri bahwa perusahan ini belum memegang izin dan dokumen Amdal,” lugasnya.
Temuan ini lantas dilaporkan ke Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan Seksi II Samarinda pada 7 Februari 2022 lalu. Namun, KLHK justru mengarahkan persoalan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Timur. Akhirnya, para aktivis lingkungan kembali melaporkan ulang dugaan tersebut ke DLH Kaltim pada 2 Maret 2022.
“Informasi terakhir dalam proses penanganan. Sebagai pelapor, kami mendesak pihak berwenang segera menindak para pelaku dan melakukan peninjauan lapangan,” harapnya.
Sementara itu, Kepala DLH Kaltim Encek Ahmad Rafiddin Rizal saat dikonfirmasi helloborneo.com membenarkan masuknya laporan dari koalisi LSM pada kedua Maret 2022. Selang sepekan kemudian, kata Encek, pihaknya menggelar rapat untuk mendengar materi aduan dari para pelapor.
Encek turut mengklarifikasi bahwa aktivitas PT MMP di lokasi yang dimaksud adalah berkaitan dengan rencana pembangunan smelter nikel.
“Itu rencana smelter nikel, bukan penambangan. Dalam waktu dekat akan kami panggil perusahaan yang diadukan,” ungkapnya melalui pesan singkat.
Selain itu, disebutkan pula bahwa perizinan yang diajukan oleh PT MMP belum mendapat persetujuan. Sehingga menurut Encek, mestinya perusahaan tidak melakukan aktifitas proyek sebelum memperoleh legalitas yang sah.
“Mereka sedang berproses untuk persetujuan lingkungan. Harusnya tidak (melakukan aktifitas proyek),” tuntasnya singkat. (yor)