Aturan Baru Korea Utara Soal Nuklir Tempatkan Rezim Kim Jong Un dalam Bahaya

Tun MZ

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un didampingi oleh Pak Pong Ju, wakil ketua Komisi Urusan Negara DPRK, memotong pita saat upacara di kotapraja Kabupaten Samjiyon, Korea Utara. (Foto: KCNA via REUTERS)
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un didampingi oleh Pak Pong Ju, wakil ketua Komisi Urusan Negara DPRK, memotong pita saat upacara di kotapraja Kabupaten Samjiyon, Korea Utara. (Foto: KCNA via REUTERS)

Pyongyang, helloborneo.com – Korea Utara menempatkan dirinya dalam situasi berbahaya dengan mengesampingkan denuklirisasi dan mensahkan penggunaan senjata nuklirnya terlebih dahulu untuk menyerang musuh yang mengancam kepemimpinan negaranya, menurut para ahli.

Pyongyang mengutamakan kelangsungan hidup rezim, dan Majelis Rakyat Tertinggi Korea Utara, parlemen di negara itu, telah mengesahkan penggunaan senjata nuklirnya secara “otomatis” jika kepemimpinan atau pusat komando dan kendalinya terancam pada 8 September lalu.

Pada hari yang sama, pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, menjelaskan dalam pidatonya bahwa undang-undang yang menetapkan penggunaan senjata nuklir dibenarkan, sehingga posisi Korea Utara sebagai negara nuklir “tidak bisa diubah” kecuali situasi dunia, serta kondisi politik dan militer di wilayah Semenanjung Korea berubah, lapor media pemerintah KCNA.

Kim mengatakan, ia “tidak akan pernah menyerahkan” senjata nuklirnya dan mengesampingkan perundingan untuk denuklirisasi. Pernyataannya muncul beberapa minggu setelah saudara perempuannya yang berpengaruh, Kim Yo Jong, menolak proposal Seoul yang menawarkan bantuan bantuan sebagai imbalan atas denuklirisasi Korea Utara.

Para ahli mengatakan, deklarasi resmi Pyongyang tentang maksud pencegahan itu membuat rezim tersebut lebih rentan karena serangan nuklirnya akan dibalas dengan serangan balik oleh Amerika Serikat.

“AS sebenarnya sangat jelas tentang apa yang akan terjadi atas Korea Utara jika (mereka) menggunakan senjata nuklirnya,” kata Bruce Bennett, seorang analis pertahanan di lembaga RAND Corporation. (voa/log)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses