Jakarta, helloborneo.com – Lelang hak pembangunan di Kepulauan Widi di Maluku Utara, yang terdiri dari lebih dari 100 pulau, ditunda hingga Januari, kata rumah lelang di Amerika Serikat (AS) Sotheby’s. Penundaan itu diputuskan beberapa hari setelah adanya penolakan atas rencana penjualan tersebut.
Cagar Alam Widi adalah bagian dari Segitiga Terumbu Karang, kawasan laut dengan keanekaragaman hayati terbanyak di Bumi. Cagar alam tersebut membentang di enam negara, termasuk Filipina, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon.
Lelang hak pembangunan seharusnya dilaksanakan di New York pada Kamis lalu, tetapi diundur hingga akhir Januari, menurut rumah lelang terkenal itu.
Zackary Wright, Wakil Presiden Sotheby’s Asia-Pasifik, mengatakan kepada AFPbahwa tender ditunda karena “minat yang luar biasa” dan untuk memberi pembeli “lebih banyak waktu… untuk menyelesaikan uji kelayakan.”
Namun langkah penundaan tersebut dilakukan setelah kritik tajam dari aktivis lingkungan yang mengatakan menjual hak pembangunan akan membahayakan gugusan pulau surga yang tak tersentuh itu.
“Pulau-pulau itu adalah jalur migrasi laut dengan hutan bakau dan karang, zona sempurna untuk regenerasi ekosistem,” kata juru kampanye Greenpeace Indonesia Afdillah Chudiel kepada AFP.
“Kawasan itu harus dilindungi untuk konservasi, bukan untuk tujuan wisata,” tegasnya.
Parid Ridwanuddin, juru kampanye kelompok konservasi Walhi, mengatakan klaim lelang bahwa pulau-pulau itu “tidak berpenghuni” menunjukkan ketidakpedulian terhadap budaya masyarakat bahari Indonesia.
“Pulau yang disebut tidak berpenghuni memiliki fungsi ekologis dan budaya bagi masyarakat setempat. Mereka menggunakan pulau-pulau itu untuk menanam makanan mereka,” katanya.
“Mereka sangat membutuhkan pulau-pulau ini.”
PT Leadership Islands Indonesia (LII) mengatakan bahwa pihaknya berencana untuk membangun kurang dari 0,005 persen dari wilayah dari kepulauan tersebut. LII sendiri merupakan sebuah perusahaan pengembang berbasis di Bali yang memegang hak pengelolaan selama 70 tahun atas pulau-pulau tersebut dan menjadi penjual dalam lelang itu.
LII mengiklankan kepulauan tersebut sebagai peluang untuk membangun resor dan rumah mewah di 17 pulau, dengan potensi landasan udara pribadi sepanjang 1.000 meter.
Namun, juru bicara Kementerian Kelautan dan Perikanan Wahyu Muryadi mengatakan kepada AFP bahwa perusahaan tersebut belum memperoleh izin pengembangan bisnis. Ia menegaskan pulau-pulau tersebut tidak boleh dimiliki atau diperdagangkan oleh orang asing.
Perusahaan mengatakan belum memiliki izin “karena saat ini tidak menggunakan perairan” untuk kegiatan bisnis.
Rumah lelang maupun perusahaan belum memberikan perkiraan harga jual hak pembangunan di kepulauan tersebut.
Indonesia memiliki salah satu sistem terumbu karang terluas di dunia dan menampung lebih dari 17.000 pulau yang menjadi rumah bagi beragam satwa liar eksotis. (voa/log)