Jakarta, helloborneo.com – Polisi, mengatakan sebuah perusahaan lokal diketahui telah menjual bahan kimia kelas industri sebagai bahan kimia kelas farmasi. Kedua bahan yang dijual perusahaan itu, etilena glikol (EG) dan dietilena glikol (DEG) digunakan dalam pembuatan obat sirop yang dicurigai pihak berwenang mungkin telah menyebabkan kematian lebih dari 200 anak di tanah air.
Pihak berwenang mengatakan sebelumnya, kedua bahan itu ditemukan di beberapa obat parasetamol berbentuk sirop yang diduga menjadi penyebab cedera ginjal akut, yang banyak diderita anak-anak.
Kedua bahan tersebut umumnya digunakan sebagai senyawa antibeku pada cairan rem dan aplikasi industri lainnya, tetapi juga sering dimanfaatkan sebagai alternatif yang lebih murah di beberapa produk farmasi daripada gliserin, yang merupakan zat pelarut atau pengental dalam banyak sirop obat batuk. Kedua bahan kimia itu bisa beracun dan dapat menyebabkan cedera ginjal akut.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Pipit Rismanto mengatakan kepada wartawan, pihak berwenang telah menemukan bahwa CV Samudera Chemical menjual EG dan DEG “kelas industri” sebagai propilen glikol kelas farmasi yang diproduksi oleh Dow Chemical Thailand dan memasoknya ke distributor pembuat obat lokal.
Polisi telah menangkap dan mendakwa pihak yang diduga bertanggung jawab di Samudera dan distributornya, CV Anugrah Perdana Gemilang. Lebih banyak tersangka akan diketahui saat penyelidikan berlanjut, kata Pipit.
Reuters tidak dapat segera menghubungi CV Samudera Chemical atau distributornya untuk mendapatkan komentar.
Riswan Sipayung, Presiden Direktur Dow Indonesia, mengatakan perusahaannya “berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah, distributor, dan mitra industri untuk mengambil bagian dalam memitigasi masalah pemalsuan yang meluas dan mendesak ini, serta mengatasi masalah industri ini dengan semua pemangku kepentingan”.
Pekan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan “tindakan segera dan terpadu” untuk melindungi anak-anak dari obat-obatan yang terkontaminasi setelah sekitar 300 kematian di Gambia, Uzbekistan, dan Indonesia terkait dengan sirop obat batuk tahun lalu.
Dua puluh lima keluarga dari beberapa anak yang menjadi korban telah mengajukan gugatan kompensasi terkait insiden ini, sementara pengadilan bulan ini mulai mendengar gugatan class action mereka terhadap instansi-instansi pemerintah dan perusahaan-perusahaan farmasi.
Badan Pengawas Obat-obatan Indonesia (BPOM) mengatakan lonjakan kasus terjadi karena beberapa pihak “memanfaatkan celah dalam sistem jaminan keamanan” dan perusahaan farmasi tidak melakukan pemeriksaan bahan baku yang mereka gunakan secara sepatutnya. (voa/log)