Penajam, helloborneo.com – Sebagai upaya pencegahan dan penanganan korban kekerasan perlu dilakukan penanganan melalui regulasi peraturan, penyediaan layanan korban, koordinasi, monitoring dan evaluasi.
Kemudian melakukan pencegahan, penguatan kelembagaan, sinkronisasi kebijakan dan penguatan seluruh stakeholder serta penegakan hukum, sistem pencatatan dan pelaporan. Upaya lain adalah memperkuat Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT-TPPO).
Terkait tindak pidana perdagangan orang, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, telah memberikan arahan agar fokus melakukan penangananTPPO.Dari hal tersebut, sangatlah diperlukan sinergi dan kerjasama seluruh stakeholder, dan perempuan.pun harus berani untuk bersuara untuk mencegah kekerasan yang terjadi.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA) dalam kurun waktu tiga tahun terakhir telah terdata korban kekerasan yaitu pada tahun 2020 sebanyak 626 korban, tahun 2021 sebanyak 450 korban dan tahun 2022 sebanyak 1.012 korban.
Sementara untuk TPPO di Kalimantan Timur tahun 2021 sebanyak 2 kasus dengan 2 korban, tahun 2022 sebanyak 6 kasus dengan 10 korban, dan tahun 2023 per tanggal 1 Juni 2023 sebanyak 3 kasus dengan 4 korban.
Hal ini wajib menjadi perhatian bersama karena Gubernur Kalimantan Timur telah menetapkan pencegahan dan penanganan korban kekerasan menjadi Indikator Kinerja Utama (IKU). Sehingga sangat diharapkan sekali adanya tren penurunan kekerasan di Provinsi Kalimantan Timur.
Oleh sebab itu mari kita fokuskan seluruh sumber daya yang ada dalam rangka pencegahan dan penanganan korban kekerasan melalui kerjasama, sinergi dalam bentuk forum koordinasi serta dapat pula menciptakan inovasi-inovasi dalam rangka percepatan penurunan kekerasan terhadap perempuan. (adv/log)