Edy Suratman Yulianto
Penajam, helloborneo.com – Nasib anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) kembali dipertanyakan karena kekhawatiran akibat wacana penghapusan Tenaga Harian Lepas (THL) atau non Pegawai Negeri Sipil (PNS) akhir tahun 2023 mendatang. Hal itu mencuat melalui Dewan Pimpinan Daerah Forum Komunikasi Bantuan Polisi Pamong Praja Nusantara (DPD FK. BPPPN).
Melalui Denny Handayansyah selaku ketua dewan pembina DPD FKBPPPN PPU mengaku ada 4 point yang menjadi tuntutan pihaknya, mulai dari penetapan nasib anggota Satpol PP non PNS, kemudian meminta adanya peluang bagi non PNS saat ini untuk diberikan formasi PNS.
Lalu menginginkan adanya kebijakan sesuai Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah pasal 256 ayat 1 “Polisi pamong praja adalah jabatan fungsional PNS yang penetapannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan” dan ayat 2 ” polisi pamong praja diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan”.
“Mendorong kemendagri agar memberikan gambaran terhadap pemetaan non PNS Satpol PP. Mendorong pemerintah daerah untuk memfasilitasi formasi khusus PNS dan atau sejenisnya untuk THL Satpol PP saat ini, dan atau pengangkatan THL di Satpol PP sesuai UU nomor 23 tahun 2014,” kata Denny Handayansyah.
Saat ini menurutnya, Anggota Satpol PP Kabupaten PPU yang berstatus THL merasa kebingungan akan nasib selanjutnya. Pasalnya, tengah banyak perbincangan THL akan dihapuskan pada November 2023 ini.
“Keraguan teman-teman ini apa yang harus diterima kebijakan saat ini, apalagi ada ancaman November terakhir THL. Nah kedepan gimana nasibnya,” ujarnya.
Yang paling utama saat ini, bagi Denny Handayansyah adanya kepastian dari pemerintah untuk bisa menentukan nasib kedepannya pada anggota Satpol PP. Dari 209 Anggota Satpol PP di Kabupaten PPU, kini hanya bisa menerima sebutan apapun, namun yang penting tetap mendapatkan pekerjaan.
“209 THL yang ada di kami, ini menantikan statusnya saja. Entah mau jadi PNS, atau P3K atau sekarang yang muncul lagi wacana bahasanya kerja part time. Apapun itu mereka ini ingin keberlangsungan untuk kerja, untuk hidup kedepan,” pungkasnya. (adv/log)