Dorong Keberhasilan Budidaya Jamur di Kabupaten PPU, PHKT Implementasikan Inovasi SEMENJANA 

Program CSR unggulan PHKT bertajuk Program Semur Cendawan. (Ist)
Program CSR unggulan PHKT bertajuk Program Semur Cendawan. (Ist)

Penajam, helloborneo.com – PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) implementasikan beberapa inovasi yang berguna untuk mendorong keberhasilan program budidaya jamur di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Program budidaya jamur merupakan salahsatu program CSR unggulan PHKT bertajuk Program Semur Cendawan (Semai Jamur dengan Cerdas dan Berwawasan Pangan) di Kelurahan Waru yang telah dimulai sejak awal tahun 2022 lalu.

Beberapa inovasi yang diterapkan dalam program ini adalah penerapan Inovasi Sosial melalui Model Bisnis Inti Plusma dan Inovasi alat dari limbah non-B3 perusahaan, yaitu Sterilisasi Media Jamur dalam Bejana (SEMENJANA). 

“Model Bisnis Inti Plusma merupakan model bisnis kemitraan yang disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh pelaku usaha inti dengan memperlihatkan prinsip saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”, ujar Suwantono Widji Manager Kalimantan Field, Rabu (15/11). 

Lebih lanjut, Suwantono menambahkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pasar yang masih terbuka lebar, kelompok binaan menjalankan budidaya jamur secara komunal dengan sistem optimalisasi pemanfaatan lahan pertanian berupa intensifikasi lahan melalui budidaya jamur dan hortikultura, serta menjadi tempat pembelajaran kolektif dan inklusif atau learning center. 

“Penerapan model bisnis Inti Plusma dalam program budidaya jamur ini merupakan satu-satunya di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara,” imbuhnya. 

Wahab, Ketua Kelompok Bintang Jamur binaan PHKT menceritakan kondisi sebelum adanya inovasi oleh PHKT pada program Semur Cendawan bahwa budidaya jamur hanya dilakukan dengan skala kecil dan upaya pemanfaatan limbah serbuk kayu tidak maksimal. Hal ini terjadi karena pada proses produksi jamur masih konvensional sehingga berdampak pada biaya produksi yang tinggi dimana mereka masih belum memiliki keterampilan untuk membuat bibit mandiri. 

“PHKT telah merubah sistem budidaya jamur yang konvensional menjadi budidaya jamur dengan produktifitas tinggi melalui penggunaan teknologi tepat guna sederhana sehingga mudah diaplikasikan dan diikuti,” ungkap Wahab.

Selain itu, menurut Wahab, PHKT turut berperan mengaktifkan kembali Kelompok Wanita Tani (KWT) Dahlia yang sebelumnya memiliki keterbatasan akses terhadap kegiatan pertanian. Namun kini Ibu–ibu KWT telah memiliki sumber pendapatan untuk keluarga dari budidaya jamur yang juga menjadi solusi untuk intensifikasi lahan pekarangan agar menjadi produktif. 

Keberhasilan proses budidaya jamur sangat bergantung pertumbuhan myselium spora jamur yang sangat dipengaruhi oleh kondisi media tanam atau Baglog. Proses sterilasi baglog ini akan sangat menentukan keberhasilan tumbuhnya mesilium jamur.

Sebelumnya, sambung Suwantono, pada Program Semur Cendawan menggunakan cara sterilisasi konvensional dengan menggunakan drum bekas dan membutuhkan waktu sekitar 9-12 jam atau setara dengan 1 buah LPG 3 Kg untuk mensterilisasi 120 Baglog. Proses tesebut dinilai kurang efisien dalam penggunaan energi LPG. Untuk mengatasi permasalahan tersebut PHKT DOBS berhasil menciptakan teknologi tepat guna sederhana, berupa alat SEMENJANA (Sterilisasi Media Jamur dalam Bejana) yang dibuat menggunakan limbah Non-B3 PHKT berupa plat besi dan penggunaan insulasi yang maksimal yang mampu menghemat energi hingga 50%.

“Dengan kapasitas alat SEMENJANA sebanyak 240 Baglog dengan proses sterilisasi yang berlangsung sekitar 4-5 jam saja maka penghematan energi dari gas LPG 3 kg mencapai 50. Alat ini pun telah didaftarkan untuk mendapatkan paten sederhan di HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual),” jelas Suwantono.

Sejak dicetuskannya program Semur Cendawan, menurut Suwantono, pola pikir masyarakat sekitar terhadap permasalahan alih fungsi lahan dapat diubah melalui aksi pemanfaatan lahan yang tersisa dengan kegiatan intensifikasi. 

“Budidaya jamur ini pun mampu menyelesaikan permasalahan limbah serbuk kayu yang ada di Kelurahan Waru, dengan demikian budidaya jamur dapat menjadi solusi atas beberapa permasalahan sekaligus, serta menjadi pendorong kesejahteraan petani melalui penambahan sumber pendapatan baru dari budidaya jamur”, pungkasnya. 

Sementara itu, Manager Communication Relations & CID PHI, Dony Indrawan menegaskan komitmen PHI dan anak perusahaan, termasuk PHKT, untuk terus mengembangkan program CSR yang inovatif dan berkelanjutan.

“Sejalan dengan kebijakan PT Pertamina (Persero) kami terus mendorong operasi dan bisnis yang ramah lingkungan, kami mendukung setiap inovasi yang bisa menyelamatkan dan melestarikan lingkungan sebagai mitigasi dan adaptasi perubahan iklim termasuk dalam program CSR perusahaan,” ungkapnya.

Menurut Dony, selama Program Semur Cendawan berjalan, program ini tidak hanya menghasilkan nilai tambah ekonomi saja, namun berkontribusi terhadap pemanfaatan limbah serbuk kayu sebesar 240 ton/tahun, pengurangan emisi rumah kaca sebesar 40,77 ton CO/tahun. Dan efisiensi pada proses sterilasi dengan alat SEMENJANA mampu mengurangi heatloss 0,37GJ/ tahun. (log)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.