Kabupaten Layak Anak Jangan Sebatas Jargon

Gugus Tugas Kabupaten Layak Anak (KLA) Kabupaten PPU melaksanakan verifikasi lapangan hybrid. (Ist)
Gugus Tugas Kabupaten Layak Anak (KLA) Kabupaten PPU melaksanakan verifikasi lapangan hybrid. (Ist)

Penajam, helloborneo.com – Beragam program dan aksi nyata yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) PPU dalam upaya menghapus segala bentuk diskriminasi serta mengangkat kesetaraan gender dan perlindungan anak, tidak hanya mendapat apresiasi dari Pemerintah Pusat melalui raihan Kabupaten Layak Anak (KLA).

“Kabupaten PPU mendapat penghargaan KLA lima kali berturut-turut, 4 kali diantaranya kategori pratama, dan satu kali kategori madya,” ujar Sekretaris Daerah Kabupaten PPU, Tohar.

Program Pemkab PPU lain yang berpihak kepada perempuan adalah pemeriksaan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat atau IVA tes untuk mendeteksi kanker serviks (leher rahim) yang rentan menyerang kaum perempuan sudah menikah, serta sistem data kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Semangat Pemkab PPU sangat bagus sekali, bahkan atas banyak program-program nyata yang dilakukan terkait kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak. Pemkab PPU gencar melakukan aksi nyata memberdayakan perempuan, program bukan jargon atau hanya digembar-gemborkan tanpa ada tindakan nyata. Ini merupakan nilai tambah dan berdampak pada sektor lainnya, termasuk meningkatkan pariwisata,” bebernya.

KLA, kemudian upaya menyapa anak-anak, jalan-jalan bareng di taman, menyiram tanaman sambil bernyanyi bersama dan semua bergembira, maka itu bukan hanya cerita KLA, melainkan pada kenyataannya seperti itulah KLA. Sehingga ajakan menjadi KLA jangan dengan cara-cara “jadul” tetapi dengan paradigma baru yang mampu menyentuh atau dirasakan langsung oleh anak-anak.

“Biasakan membiarkan anak-anak berada pada suasana senang, memberikan waktu sebaik mungkin untuk bertemu dan berkumpul dengan keluarga,” terangnya.

Sementara itu, guru juga harus kreatif, kalau perlu setiap Jumat atau hari tertentu kegiatan belajar dan mengajar tidak dilaksanakan di dalam kelas atau dlakukan di luar sekolah. Misalnya pelajaran olahraga digelar di sport center, pendidikan kewarganegaraan dengan berkunjung ke kantor kelurahan, kecamatan, atau kantor Bupati. (adv/kmf/log)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.