Kebijakan Penghapusbukuan dan Penghapustagihan Utang Petani dan Nelayan

Nelayan di Kabupaten Paser. (Ist)
Nelayan di Kabupaten Paser. (Ist)

Jakarta, helloborneo.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah sedang menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait kebijakan penghapusbukuan dan penghapustagihan utang bagi petani dan nelayan. Langkah itu diambil untuk mempermudah akses kredit bagi masyarakat di sektor pertanian dan perikanan yang selama ini terkendala kredit macet.

“RPP ini sedang dalam proses dan diharapkan bisa segera diselesaikan,” ungkap Airlangga dalam konferensi pers setelah rapat koordinasi Kemenko Perekonomian di Jakarta.

Menurut Airlangga, kebijakan penghapusbukuan dan penghapustagihan ini bertujuan membantu masyarakat yang mengalami kesulitan pembayaran pinjaman sehingga mereka bisa kembali mengakses layanan perbankan. Saat ini, mereka yang tercatat memiliki kredit macet atau piutang belum terbayar di database Kementerian Keuangan tidak dapat mengajukan pinjaman baru atau menggunakan fasilitas perbankan lainnya.

“Dengan adanya penghapusbukuan dan penghapustagihan ini, masyarakat diharapkan dapat kembali memperoleh akses kredit yang lebih luas,” ujar Airlangga. Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini mirip dengan moratorium yang memberi kesempatan kepada mereka yang pernah bermasalah dalam pembayaran untuk memulai kembali.

Kebijakan ini, lanjut Airlangga, akan diterapkan pada bank-bank BUMN yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), mengingat jumlah piutang dari kelompok ini cukup besar. Namun, ia menegaskan bahwa meski bank-bank BUMN diizinkan untuk menghapus tagihannya, mereka tidak dapat melakukan penghapusbukuan sepenuhnya.

“Kebijakan ini dirancang untuk mendukung Himbara. Jumlah piutang terkait utang kredit petani dan nelayan ini sudah besar. Mereka bisa melakukan penghapustagihan, tapi tidak bisa hapus buku sepenuhnya,” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi, menyatakan bahwa utang tersebut telah berlangsung selama lebih dari 26 tahun dan menghambat akses masyarakat ke kredit perbankan. Total nominal utang yang akan diputihkan mencapai Rp8,3 triliun untuk sekitar 6 juta petani, atau sekitar Rp1,3 juta per orang.

Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat mendorong perekonomian di sektor pertanian dan perikanan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang selama ini terhambat akses permodalan. (ip/log)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.