DP3AP2KB PPU Lakukan Kegiatan Advokasi Kekerasan Perempuan, Anak Dan TPPO

Edy Suratman Yulianto

Kegiatan Advokasi Kekerasan Perempuan, Anak dan TPPO. (Ist)
Kegiatan Advokasi Kekerasan Perempuan, Anak dan TPPO. (Ist)

Penajam, helloborneo.com – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) terus menunjukkan tren peningkatan yang memprihatinkan. Berdasarkan data yang dihimpun dari Januari hingga November 2024, jumlah korban kekerasan mencapai 53 orang, terdiri atas 34 anak dan 19 perempuan. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2023 sebanyak 45 korban, dan tahun 2022 sebanyak 40 korban.

Hal ini diungkapkan oleh Nurkaidah, Kepala Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Pemenuhan Hak Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (PPHP DP3AP2KB) Kabupaten PPU. Menurutnya, peningkatan kasus ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk salah persepsi masyarakat yang menganggap kekerasan sebagai bagian dari “pendidikan,” budaya patriarki, kemiskinan, hingga kurangnya perlindungan khusus terhadap perempuan dan anak.

“Kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak hanya terjadi di lingkungan publik, tetapi juga terjadi dalam keluarga, sekolah, bahkan komunitas. Kekerasan ini meliputi fisik, seksual, psikis, hingga penentaran, yang pelakunya sering kali berasal dari lingkungan terdekat korban,” ungkap Nurkaidah.

Nurkaidah menekankan pentingnya sinergi antar pihak, mulai dari keluarga, masyarakat, lembaga, masyarakat hingga pemerintah daerah, untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan. Hal ini menjadi sangat penting terutama dalam mencegah tindak pidana perdagangan orang, perkawinan anak, serta perlakuan diskriminatif lainnya.

“Kita harus memperkuat koordinasi antara keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, sekolah, hingga aparat desa/kelurahan untuk membangun sistem perlindungan yang efektif. Program seperti pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) harus dimanfaatkan untuk mendukung layanan bagi korban kekerasan,” jelasnya.

Selain itu, Nurkaidah menyoroti peran penting keluarga dalam menanamkan nilai-nilai karakter yang kuat untuk mencegah kekerasan dan perkawinan anak. Fungsi ketahanan keluarga yang didasarkan pada kasih sayang, penghargaan terhadap hak anak, dan moral pendidikan dapat menjadi benteng utama dalam melawan kekerasan.

Ia juga mengajak semua pihak untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi masyarakat, agar memahami pentingnya pelaporan jika terjadi kekerasan. Menurutnya, kerja sama lintas sektor, mulai dari pemerintah desa hingga organisasi masyarakat, dapat mempercepat penanganan kasus sekaligus memberikan keadilan bagi para korban.

“Kita tidak bisa bekerja sendiri. Semua pihak, termasuk Lurah, kepala sekolah, Ketua RT, aktivis Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), hingga Tim Penggerak PKK, harus berkomitmen untuk mencegah dan menangani kekerasan ini. Saat ada kasus, perlu ada pelaporan yang segera agar korban mendapatkan perlindungan dan pelaku diproses sesuai hukum,” pungkas. (adv/kmf/log)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses