
Berau, helloborneo.com – Selama pelaksanaan pemilihan bupati dan wakil bupati Berau tahun 2020, setidaknya ada tiga kasus pelanggaran Pilkada yang dilaporkan BAWASLU Berau, ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (GAKKUMDU) polres Berau.
Paur Humas Polres Berau Ipda Suradi melalui siaran pers menyampaikan, tiga kasus tersebut diantaranya, berasal dari DD (56) warga kelurahan Gayam Tanjung Redeb. Ia diamankan 22 September 2020 di Kelurahan Gayam.
“Tersangka DD kedapatan melakukan survei dan pendataan calon pemilih, oleh saksi Susanti. Ia terbukti menjanjikan uang sebesar Rp500 ribu dan sembako, jika warga memilih paslon tertentu” ungkapnya.
Ia diamankan bersama barang bukti yakni sebuah rekaman, diamankan juga satu buah pamflet gambar salah satu pasangan calon, masker berwarna kuning bergambar salah satu paslon, serta satu buah handphone merk Oppo.
Kasus DD telah memasuki tahap P21 dan dijatuhi hukuman 3 tahun penjara, serta denda Rp200 juta rupiah, karena melanggar pasal 187A ayat (1) juncto pasal 73 ayat (4) Undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihanan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Kasus kedua, tiga orang kembali ditetapkan sebagai tersangka yakni SW (45), AN (41), dan EV (37). Ketiganya melakukan praktik politik uang dijalan pulau Semama, Tanjung Redeb.
“Perbuatan tersangka diketahui saat anggota Bawaslu mendapat informasi adanya kegiatan mencurigakan disebuah rumah, dan saat didatangi, terlihat banyak orang yang sedang berkumpul,” tuturnya.
Bersama mereka terdapat 779 amplop putih yang diduga berisi uang. Selain itu ada juga daftar nama warga yang telah ditanda tangani, beserta surat suara salah satu paslon bupati dan wakil bupati Berau.
Dihari yang sama tertangkapnya tiga orang tersangka yakni Senin (7/12/2020), diamankan juga JMR (38). Ia diketahui melakukan praktik money politic di Jalan Pemuda gang Salam Kecamatan Tanjung Redeb. Ia diamankan bersama dengan 510 buah amplop berisi uang, serta daftar penerima uang tersebut.
“Atas perbuatan itu, mereka juga terancam pasal 187A ayat (1) juncto pasal 73 (4) undang-undang nomor 10 tahun 2016, tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, dengan hukuman penjara minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan, serta denda minimal 200 juta dan maksimal Rp1 miliar rupiah,”pungkasnya. (nr/sop/hb)