Jakarta, helloborneo.com – Sejumlah wilayah di Indonesia akan segera mematikan siaran analog dalam program Analog Switch Off (ASO). Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Plate menjelaskan pelaksanaan Analog Switch Off (ASO) sudah dilakukan sejak 2 November lalu. Dia menambahkan seluruh lembaga penyiaran di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi telah melakukan penyiaran secara digital.
Dari total 696 lembaga penyiaran di Indonesia, 77 lembaga penyiaran telah bersiaran seluruhnya secara digital dan 503 lembaga penyiaran bersiaran secara simultan antara analog dengan digital.
“Terdapat 225 wilayah siaran di Indonesia dan Analog Switch Off telah dilakukan di 132 wilayah layanan atau 230 kabupaten/kota. Sehingga masih tersisa 93 wilayah layanan di 284 kabupaten/kota yang akan dilakukan sesuai kesiapan wilayahnya masing-masing,” kata Johnny.
Menurut Johnny, dari seluruh wilayah siaran secara infrastruktur sudah bisa dilakukan Analog Switch Off. Kementerian Komunikasi dan Informatika akan terus mendorong lembaga penyiaran untuk melakukan migrasi dari siaran analog ke digital. Masih terdapat 116 lembaga penyiaran masih bersiaran analog.
Rencana ASO selanjutnya akan dilakukan di wilayah layanan Jawa Barat 1 (Kota Bandung dan sekitarnya), Jawa Tengah 1 (Kota Semarang dan sekitarnya), Yogyakarta (kota Yogyakarta, Surakarta, dan sekitarnya), Jawa Timur 1 (Kota Surabaya dan sekitarnya) serta di wilayah layanan Kepulauan Riau 1 (Kota Batam dan sekitarnya).
Johnny menekankan tidak ada kekhawatiran masyarakat yang begitu masif menyikapi kebijakan pemerintah untuk melakukan migrasi dari siaran analog ke digital. Dia menambahkan pemerintah mampu mengalokasi 1,25 juta set top box (STB) kepada masyarakat. STB merupakan perangkat untuk televisi analog memperoleh siaran digital.
Dukungan pada Kebijakan Pemerintah
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya Bobby Adhityo Rizaldi menyatakan dukungan terhadap kebijakan pemerintah mengenai perpindahan siaran analog ke digital dengan asumsi masyarakat dapat memperoleh siaran yang lebih baik dengan konten yang lebih berkualitas.
“Bagaimana ketersediaan STB ini yang seperti waktu itu disampaikan di dalam rapat harganya sekitar Rp 150 ribu dan Rp 200 ribu, tetapi saat ini di pasaran sudah mencapai Rp 400-500 ribu. Apakah ini sudah disiapkan dalam volumen yang cukup banyak, apakah ada pengawasan terhadap harga, atau apakah ini benar-benar diserahkan kepada mekanisme pasar,” kata Bobby.
Dia mengharapkan pemerintah bisa mengontrol harga penjualan STB di pasaran di kisaran Rp 150-200 ribu sehingga bisa terjangkau oleh masyarakat luas.
Sementara Yan Permenas Mandenas, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya menilai masih terdapat kontroversi dalam kebijakan perpindahan siaran analog ke digital. Sebab masih ada sejumlah televisi swasta yang memprotes kebijakan pemerintah tersebut.
Menurutnya sebagian besar wilayah di Indonesia belum dilakukan siaran digital. Dia menyebutkan per 2 November lalu, baru 222 kabupaten/kota dari 514 kabupaten/kota di Indonesia bisa menerima siaran digital.
“Jadi saya pikir banyak sekali kendala yang kita mendapatkan informasi dari setiap kunjungan kita. Salah satuinya soal infrastruktur, kemudian soal sosialisasi yang kurang, soal kesiapan SDM dan lain-lain,” tutur Yan.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat Kresna Dewanata Phrosakh mengatakan di tengah pelaksanaan Piala Dunia 2022 di Qatar saat ini mempercepat masyarakat untuk membeli STB. Dia mempertanyakan kepada Menkominfo apakah STB yang dijual bebas di pasaran perlu diawasi pemerintah atau dibiarkan saja.
Dia juga mempertanyakan apakah kalau STB gratis dari pemerintah mendapat garansi jika rusak. Belum ada rincian jawaban atas pertanyaan itu.
Warga Nilai Pemerintah Terlalu Memaksakan Kebijakan ASO
Pemberlakuan Analog Switch Off (ASO) ini ditanggapi beragam oleh masyarakat.
Mardiono (52 tahun), warga Pondok Kelapa, Jakarta Timur menilai kebijakan pemerintah ini sangat dipaksakan karena belum semua daerah siap menerapkan hal tersebut. Sementara TV analog sudah ada di setiap daerah dan mayoritas masyarakat bisa menikmatinya.
“Ketika itu diputuskan jadi rakyat ini telah kehilangan hiburan satu-satunya yang murah meriah . Sementara untuk beli STB, mungkin di kota masih bisalah tapi di kampung-kampung buat makan saja susah buat beli STB seharga segitu,” ujar Mardiono.
Nadia Lukman (30 tahun) karyawan swasta mengatakan di satu sisi dia senang dengan adanya ASO ini karena tampilan tayangannya jadi lebih bagus tapi di sisi lainnya warga Bintara, Bekasi Barat itu juga merasa berat dengan harus membeli set top box sebesar Rp200 ribuan.
Selain itu ada beberapa chanel yang belum dapat diakses dengan baik.
“Ada beberapa chanel kualitasnya itu kayak streaming yang ngadat-ngadat gitu loh jadi nontonnya jadi ga enak. Ada beberapa chanel yang belum terlalu maksimal mungkin ya dalam mendistribute secara digitalnya, “ujar Nadia. (voa/log)